Perebutan posisi ketua pansus
pemekaran daerah Luwu Tengah menarik dicermati. Dalam pemilihan tersebut,
terdapat dua calon ketua pansus yang masing-masing merepresentasikan bakal
calon gubernur Sulawesi Selatan pada pemilukada 2013 mendatang. Yang menarik
dicermati, masing-masing kubu ingin menarik simpati rakyat di wilayah Luwu
Raya, terutama di daerah yang dimekarkan, agar memperoleh dukungan pada Pilgub
mendatang. Tampak jelas, aroma politis mewarnai proses pemekaran luwu tengah
ini. Padahal, sangat disayangkan bila proses pemekaran ditunggangi dengan
kepentingan politik.
Tujuan utama pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB) adalah meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pembentukan DOB dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau bagian daerah yang bersandingan atau pemekaran dari suatu daerah menjadi dua daerah atau lebih. Ini berarti bahwa pemekaran merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Juga memungkinkan untuk dilakukan penghapusan daerah dengan menggabungkannya ke daerah lain jika dianggap daerah tersebut gagal mewujudkan kesejahteraan rakyat. Namun opsi terakhir ini masih sebatas wacana.
Tujuan utama pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB) adalah meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pembentukan DOB dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau bagian daerah yang bersandingan atau pemekaran dari suatu daerah menjadi dua daerah atau lebih. Ini berarti bahwa pemekaran merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Juga memungkinkan untuk dilakukan penghapusan daerah dengan menggabungkannya ke daerah lain jika dianggap daerah tersebut gagal mewujudkan kesejahteraan rakyat. Namun opsi terakhir ini masih sebatas wacana.
Pemekaran wilayah memang
berpotensi meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik. Pelayanan
publik yang makin baik merupakan prasyarat bagi terwujudnya kesejahteraan. Litvack
dkk (1988) mengatakan bahwa makin dekat pengambil kebijakan dengan rakyat,
makin efisien pula kebijakan penyediaan layanan publik. Bila kewenangan terkait
pelayanan publik (rakyat) diputuskan di level pemerintahan yang tinggi (pusat),
kemungkinan besar kebijakan tersebut tidak efisien dan juga tidak tepat
sasaran. Pasalnya, pengambil kebijakan di level pusat tidak memiliki informasi
yang lengkap dan kredibel mengenai jenis dan kuantitas kebutuhan di
masing-masing daerah. Di Indonesia, sejak 2001, sebagian besar kewenangan
menyangkut pelayanan publik telah diserahkan dari pemerintah pusat ke
pemerintah daerah, yakni pada level kabupaten/kota.
Namun sejak desentralisasi
berlaku hingga saat ini, fenomena pembentukan DOB seiring waktu semakin bertambah.
Selama 10 tahun terakhir, jumlahnya naik sebesar 205 DOB, terdiri atas 7
provinsi, 164 kabupaten, dan 34 kota. Alasan utama yang dikemukakan oleh pendukung
pemekaran adalah mendesaknya kebutuhan untuk memperbaiki layanan publik dan
memeratakan hasil pembangunan ke segenap rakyat.
Rakyat yang menuntut pemekaran memang
biasanya terdapat di daerah yang memiliki wilayah yang cukup luas. Pasalnya,
seringkali pemerintah kab/kota atau provinsi dengan wilayah yang luas tersebut
tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk memberikan pelayanan publik secara
memuaskan kepada seluruh rakyatnya. Akibatnya muncul tuntutan untuk membentuk
pemerintahan baru yang lebih mendekatkan pemerintah dengan rakyat. Harapannya,
tuntutan akan tersedianya layanan publik yang memadai dapat terpenuhi, sehingga
kesejahteraan rakyatpun semakin membaik. Bila banyak bermunculan tuntutan untuk
mendirikan pemerintahan baru yang otonom, baik di level provinsi maupun level
kabupaten/kota, bisa jadi ini menunjukkan gagalnya manajemen pelayanan publik
pemerintah.
Namun bila taat aturan, tentu
tidak mudah untuk membentuk daerah baru yang terpisah dari daerah induk. UU No.
32 Tahun 2004 menggariskan sejumlah persyaratan yang meliputi teknis,
administratif, dan fisik. Bila segala persyaratan dipenuhi, maka memang selayaknya
daerah tersebut menjadi DOB. Akan tetapi, sebaiknya tidak dipaksakan mekar bila
daerah tidak mampu memenuhi semua persyaratan tersebut. Kenyataannya,
pertimbangan politik lebih utama. Kepentingan politik sejumlah oknum lokal
untuk berkuasa seringkali menjadi pendorong utama bagi pemekaran daerah.
Bahkan, syarat-syarat yang mestinya dipenuhi, dimanipulasi sedemikian rupa agar
tampak legal. Tak jarang pula, pemekaran darah diwarnai dengan kongkalingkong
antar pihak-pihak yang berkepentingan tersebut.
Perilaku tidak taat aturan dalam
proses pemekaran menimbulkan pertanyaan mengenai bagaimana kinerja dareah hasil
pemekaran tersebut? Pada dasarnya, kinerja sebagian besar DOB tidak sesuai
dengan harapan saat pembentukannya. Bukan kesejahteraan yang diperoleh rakyat,
tapi justru dampak negatif, seperti melambatnya aktivitas ekonomi dan minimnya
anggaran yang pro rakyat miskin. Pun, pelayanan publik yang makin baik tak
kunjung datang. Kajian Bappenas menyimpulkan bahwa selama lima tahun berjalan
(2001-2005), posisi daerah induk dan kontrol selalu lebih baik dari daerah
otonom baru dalam aspek-aspek yang meliputi ekonomi, keuangan pemerintah,
pelayanan publik, dan aparatur pemerintahan.
Pertanyaannya, mengapa janji
kesejahteraan tidak kunjung datang setelah pemekaran? Kita tahu bahwa proses
akan menentukan hasil. Prinsipnya, bila prosesnya dilalui dengan benar, maka
kemungkinan besar akan memperoleh hasil sesuai yang diharapkan. Begitupun yang
terjadi pada kasus pemekaran daerah. Selama ini, pembentukan sebagian besar DOB
tidak dilandasi dengan pemenuhan persyaratan teknis, administratif, dan fisik. Namun
yang lebih dominan adalah pertimbangan politik. Wajar jika muncul dukungan yang
kuat untuk menghentikan sementara (moratorium) pemekaran. Sampai saat ini,
pemerintah pusat memang menerapkan moratorium tersebut. Kebijakan ini patut
diapresiasi mengingat urgensi untuk mengerem laju pemekaran yang nyatanya tidak
membuahkan hasil sesuai yang diharapkan.[]
NB; Ditulis pada Februari 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar