28 Januari, 2009

Menanti Perubahan Kebijakan AS

Seputar Indonesia, 28 Januari 2009

Obama telah membuktikan ke dunia, kecerdasan yang dibalut dengan kerja keras mampu mengantarkan seseorang mencapai cita-cita. Obama yang menjadi presiden AS ke-44, di masa kampanyenya berjanji akan mengubah AS dengan kemampuan yang dimilikinya. Kosakata change senantiasa mewarnai kampanyenya. Obama terpilih karena janji perubahan yang dikumandangkannya. Rakyat AS yang sudah lelah di bawah pemerintahan George W Bush, yang tak lain akan diteruskan oleh Mc Cain, lebih menyukai Obama dibanding rivalnya.

Bagi sebagian besar politisi, berjanji saat kampanye bukanlah perkara sulit. Tapi, memenuhi janji-janji di saat terpilih, merupakan perkara sulit. Ini terjadi karena dua hal: pertama, janji-janji yang dilontarkan terlalu tinggi, bahkan sampai-sampai tidak realistis. Tujuannya semata-mata agar pemilih terpengaruh untuk mencoblos namanya di bilik pemungutan suara. Kedua, kemampuan politisi tersebut memang rendah sehingga janji-janjinya tidak bisa dipenuhi. Kedua faktor ini bisa saja saling mendukung, tergantung mana yang paling berpengaruh. Namun tidak semua politisi yang berjanji, tidak memenuhi janji-janjinya. Tidak semua politisi punya kemampuan yang rendah. Tidak semua pula politisi memberi janji-janji yang tidak realistis, sehingga kelihatannya mustahil dipenuhi. Setidaknya contoh dari politisi yang diyakini mampu memenuhi janji-janjinya dapat dilihat pada sosok Obama.

Siapa pun tahu kalau Obama akan dihadang oleh masalah besar ekonomi dan wajah buruk diplomasi internasional yang ditinggalkan presiden sebelumnya. Oleh karenanya, janji perubahan ini bukanlah perkara gampang. Akan banyak tantangan yang menghadang, terutama karena dua faktor utama yakni krisis di timur tengah dan krisis yang terjadi di AS sendiri (krisis ekonomi). Masalah lainnya adalah kekacauan sistem kesehatan dan buruknya sistem pendidikan yang menimpa negara tersebut. Namun kebijakan Obama akan diarahkan untuk mengatasi masalah tersebut, meski membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menyelesaikannya. Dengan kata lain, arah kebijakan AS akan lebih banyak dikonsentrasikan pada penyelesaian masalah domestik.

Dalam konteks internasional, diakui bahwa AS masih sangat berpengaruh dalam kancah ekonomi dan politik sampai saat ini. Kebijakan AS akan mempengaruhi negara-negara lain terutama yang berhubungan langsung dengannya. Oleh karenanya, perubahan arah kebijakan AS, terutama yang terkait masalah internasional akan memungkinkan terciptanya hubungan harmonis antar tiap negara. Sebagaimana presiden sebelumnya yang maniak perang, Obama cenderung tidak menyukai perang. Obama berjanji, dipastikan akan terlaksana, akan mempercepat penarikan pasukan dari Irak. Ini lebih dikuatkan lagi dengan prioritas anggaran yang akan dialokasikan untuk menstimulus ekonomi domestik.

Memang sejumlah orang pesimis, Obama akan mengubah arah kebijakan AS. Tapi bagi penulis, mestinya perlu disyukuri atas terpilihnya Obama ini. Paling tidak, kemungkinan kebijakan AS di bawah kepemimpinan Bush tidak berlanjut lagi. Lagi pula, usaha Obama untuk memenuhi janji kampanyenya sebetulnya sudah ada yang dilaksanakan seperti penutupan penjara Quantanamo di Kuba, upaya membatasi gerak pelobi di gedung putih, mengubah kebijakan terkait riset sel induk dan pengeboran gas alam dan minyak, dan melanjutkan upaya penyelamatan ekonomi domestik. Jadi, akan lebih baik bila kita optimis dibanding pesimis. Namun waktulah yang akhirnya akan menentukan. Selamat berjuang Obama. []
Mahasiswa Ilmu Ekonomi FEB UGM

16 Januari, 2009

Stop Agresi, Lalu Beri Sanksi

Seputar Indonesia, Jumat 16 Januari 2009

Serangan demi serangan dilancarkan militer Israel ke Kota Gaza. Akibatnya, jumlah korban yang tewas makin banyak. Tekanan dunia internasional, melalui PBB, agar Israel menarik mundur pasukannya dari Gaza tak diindahkan.

Buktinya, pasca resolusi PBB dikeluarkan, serangan Israel ke Gaza malah bertambah hebat. Bahkan, tentara cadangan pun dikerahkan untuk menghancurkan kekuatan Hamas di Gaza. Namun Hamas tampaknya tak tinggal diam, perlawanan yang sengit dari Hamas telah mempersulit Israel menguasai Gaza. Serangan Israel yang dilawan oleh Hamas ternyata malah mengorbankan warga sipil. Jumlah korban yang tewas di pihak Palestina hingga 13 Januari 2008, sekitar 935 jiwa, 280 di antaranya adalah anak-anak. Mengapa anak-anak yang banyak dikorbankan? Bila mencermati pesan ulama Yahudi kepada sebagian tentara Israel, yang mengatakan bahwa anak-anak Palestina harus dibunuh karena menjadi ancaman bagi Israel di masa mendatang, maka tak perlu heran bila tentara Israel rela membunuh banyak anak-anak.

Kita, bahkan dunia internasional, sepakat bahwa serangan ini harus dihentikan. Hanya saja, sikap Israel yang mengabaikan resolusi PBB sepertinya memupus harapan ini. Di pihak Hamas, tuntutan pada Israel, salah satunya untuk membuka blokade di perbatasan Gaza, juga sulit dipenuhi. Bila terjadi demikian, maka sulit bagi dunia internasional untuk memediasi perdamaian antar dua pihak ini.

Menurut penulis, dunia internasional melalui PBB harus mengeluarkan resolusi yang lebih tegas kepada Israel. Selain itu, yang lebih penting adalah memberikan tekanan yang berat pada resolusi tersebut agar Israel mematuhi resolusi. Selama ini, PBB tampaknya masih ragu dalam menghentikan langkah Israel, apalagi dengan tidak adanya dukungan dari Amerika Serikat yang malah bersikap abstain. Langkah ini makin meneguhkan posisi AS yang mendukung sikap Israel. Pun, Israel makin percaya diri meningkatkan serangan ke Gaza karena didukung oleh AS.

Konflik yang terjadi saat ini bukan masalah agama ataupun ras, tapi ini menyangkut masalah kemanusiaan atau Hak Asasi Manusia bagi warga sipil Palestina yang menjadi korban perang antara Hamas dan Israel. Oleh karena itu, PBB sebagai organisasi internasional wajib menghentikan serangan dengan cara apapun. Kita sudah tak tega lagi melihat warga sipil Palestina, khususnya anak-anak dan perempuan berlumuran darah.

Berhentinya serangan Israel memang sedikit menyelesaikan masalah. Tapi, belumlah selesai bila PBB belum memberikan sanksi yang tegas buat Israel karena kejahatan kemanusiaan yang dilakukannya. Pemimpin-pemimpin Israel harus digiring ke pengadilan internasional untuk mempertanggung jawabkan kejahatan kemanusiaan yang telah dilakukan terhadap warga sipil Palestina. Mereka harus mendapat hukuman yang setimpal. []

12 Januari, 2009

Aturan, Aparat, dan Demonstran

Seputar Indonesia, Senin, 12 Januari 2009

Bila dicermati, akhir-akhir ini marak terjadi aksi unjuk rasa yang berbuntut anarkis, baik yang dilakukan mahasiswa, buruh, maupun masyarakat umum. Aksi mahasiswa menolak UU Badan Hukum Pendidikan (BHP) yang akhir-akhir ini marak terjadi pasca pemerintah mengesahkan UU tersebut, kerap kali berakhir ricuh dan anarkis, seperti pada aksi mahasiswa Unhas Makasar. Tak jarang pula, sikap aparat keamanan yang niatnya meredam aksi unjuk rasa dilakukan dengan kekerasan, sehingga kontraproduktif dan unjuk rasa malah makin anarkis. Dampak negatif unjuk rasa demikian tentunya bukan hanya menimpa pihak yang melakukan aksi, tapi juga masyarakat yang tidak terkait dengan aksi tersebut.

Mungkin hampir tiap orang sepakat, fenomena di atas dianggap mengkhawatirkan dan bila terjadi dalam skala masif, dampak negatif yang ditimbulkannya pun makin besar. Stabilitas ekonomi dan politik bisa terganggu. Oleh karenanya, tampaknya memang diperlukan upaya mengatur secara ketat setiap aksi unjuk rasa, agar berlangsung dengan tertib sehingga kerugian dapat diminimalkan.

Memang diakui, tiap orang atau kelompok bebas menyampaikan pendapat dan menuntut hak-haknya pada pihak lain. Kebebasan ini pun dilindungi oleh aturan yang sudah baku. Apalagi dalam negara demokrasi, kebebasan berpendapat dijunjung tinggi dan tidak ada orang yang berhak melarang. Masyarakat dapat memanfaatkan kebebasan ini untuk menuntut hak-haknya pada pemerintah. Mahasiswa, sebagai kelompok penyambung aspirasi rakyat ke pemerintah, memanfaatkan kesempatan ini untuk menyuarakan aspirasi rakyat kecil, serta menyuarakan pula aspirasi mereka sendiri. Bahkan tiap kelompok, tanpa terkecuali berhak menggunakan kebebasan ini untuk memperjuangkan keinginan dan harapan mereka.

Namun di balik kebebasan menyampaikan pendapat, khususnya aksi unjuk rasa, tentunya berhadapan langsung dengan kebebasan yang dimiliki orang lain. Ketika aksi unjuk rasa yang dilakukan kelompok tertentu merugikan kepentingan pihak lain yang tidak terlibat dengan aksi tersebut, maka aksi tersebut tidak dibenarkan. Perilaku seperti inilah yang perlu diredam dengan aturan-aturan yang lebih tegas dibanding aturan sebelumnya.
Oleh karenanya, langkah pemerintah ini perlu didukung oleh masyarakat agar aksi unjuk rasa yang berbuntut anarkis bisa diredam. Namun masyarakat tetap harus bersikap kritis dan waspada atas rencana pemerintah ini, jangan sampai pemerintah bertindak otoriter. Pun, kiranya perlu pula bagi aparat keamanan yang bertugas mengamankan aksi unjuk rasa bersikap profesional dan hati-hati dalam menjalankan tugasnya. Tindakan yang tidak tepat karena didorong oleh emosi berlebihan, malah menyulut emosi pula bagi pihak demonstran.

Sementara itu, pihak demonstran juga mesti sadar, menyampaikan aspirasi bukanlah cara yang tepat bila dilakukan sambil mengganggu ketertiban umum karena jelas melanggar hak dan kebebasan orang lain yang tidak terlibat. Oleh karenanya, faktor aturan yang tegas, sikap aparat keamanan di lapangan, serta kesadaran demonstran, merupakan faktor-faktor yang menentukan berjalannya aksi unjuk rasa dengan tertib atau malah berbuntut anarkis.