04 April, 2012

Catatan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi 2011


Dalam rilis BPS pada 6 Februari 2012, tercatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2011 mencapai 6,5 persen. Pencapaian ini patut diapresiasi di saat dunia sedang terancam oleh krisis ekonomi karena krisis utang yang dialami oleh sejumlah negara Eropa dan perekonomian AS yang belum sepenuhnya pulih. Meski dinilai berhasil, terdapat sejumlah catatan kritis yang dapat dijadikan sebagai evaluasi untuk perbaikan di tahun mendatang. 

Pada 2010, pertumbuhan ekonomi hanya mencapai 6,1 persen. Ini berarti pencapaian pada 2011 lebih tinggi 0,4 poin dibanding 2010. PDB nominal tercatat sebesar Rp 7.427,1 triliun dan PDB riil sebesar Rp 2.463,2 triliun. Adapun pada 2010, PDB nominal sebesar Rp 6.422, 2 triliun dan PDB riil sebesar Rp 2.310,7 triliun. Dengan PDB yang semakin besar, Indonesia telah masuk ke dalam kelompok 20 negara dengan volume ekonomi terbesar di dunia.  

Dengan pertumbuhan yang relatif tinggi dan stabil, dampaknya dapat dirasakan oleh masyarakat. Secara statistik, mengacu pada data BPS, angka kemiskinan dan pengangguran mengalami penurunan. Pada September 2011, jumlah penduduk miskin mencapai 29,89 juta jiwa (12,36 persen), turun 0,13 juta jiwa (0,13 persen) dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2011 yang berjumlah 30,02 juta jiwa (12,49 persen). Tingkat pengangguran terbuka juga mengalami penurunan dari 7,14 persen pada Agustus 2010 menjadi 6,56 persen pada Agustus 2011.

Namun menurut penulis, pencapaian ini tidak luput dari tiga catatan kritis. Pertama, ketimpangan ekonomi antara Jawa dengan luar Jawa masih tinggi. Kontribusi Jawa terhadap PDB 2011 mencapai 57,6 persen. Angka ini hanya turun sedikit dari tahun sebelumnya, yakni 58,6 (2009) dan 58,1 (2010). Bandingkan dengan kontribusi wilayah lain pada 2011, seperti Sulawesi (4,6 persen), Kalimantan (9,6 persen), Bali dan Nusa Tenggara (2,6 persen), Maluku dan Papua (2,1 persen). Wilayah di luar Jawa yang memiliki kontribusi cukup tinggi hanya berasal dari Sumatra (23,5 persen). Data ini menunjukkan belum terjadinya distribusi pembangunan yang signifikan selama kurun waktu 3 tahun terakhir.

Kedua, ditinjau dari sisi produksi, yang dominan berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi bersumber dari sektor yang non-tradable. Dari angka pertumbuhan ekonomi sebesar 6,5 persen, sektor perdagangan, hotel, dan restoran berkontribusi sebesar 1,6 poin, sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 1 poin, sektor keuangan, real estat, dan jasa perusahaan sebesar 0,7 poin. Sedangkan dari sektor tradable, seperti sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan hanya menyumbang 0,4 poin. Untungya, sektor industri pengolahan masih berkontribusi tinggi, yakni 1,6 poin.

Ketiga, ditinjau dari sisi penggunaan, PDB bersumber dari sektor konsumsi rumah tangga (54,6 persen), pembentukan modal tetap bruto (32 persen), pengeluaran pemerintah (9 persen), dan ekspor neto (1,4 persen). Selain itu, juga terdapat perubahan inventori dan diskrepansi statistik masing-masing sebesar 0,7 persen dan 2,3 persen. Data di atas menunjukkan betapa dominannya kontribusi sektor konsumsi terhadap PDB. Di sisi lain, kontribusi pengeluaran pemerintah masih relatif rendah. Bahkan, kontribusi ini tidak mengalami perubahan dibanding tahun sebelumnya. Belanja pemerintah pada APBN-P 2011 sebesar Rp 1.320,8 triliun, naik dari Rp 1.126,1 triliun pada APBN-P 2010, ternyata belum mampu meningkatkan peran belanja pemerintah terhadap pembentukan PDB. Dari angka pertumbuhan ekonomi 6,5 persen, belanja pemerintah hanya menyumbang 0,3 poin. Sumbangan ini sangat kecil dibanding sumbangan sektor konsumsi (2,7) dan PMTB (2,1). Melihat rendahnya peran pemerintah, tidak berlebihan bila muncul pendapat bahwa sebenarnya perekonomian bisa tumbuh seperti saat ini dengan keterlibatan atau tanpa keterlibatan pemerintah. 

Tiga catatan kritis mengenai pertumbuhan ekonomi 2011 ini, mesti menjadi perhatian serius pemerintah pada tahun ini. Memang sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Pertumbuhan ekonomi, yang berarti perluasan kegiatan ekonomi, merupakan satu-satunya cara untuk meningkatkan penghasilan anggota masyarakat dan membuka kesempatan kerja baru (Boediono, 2009). Namun harus disadari bahwa mendorong pertumbuhan ekonomi tidak selalu menjamin kelompok penduduk miskin memperoleh manfaat (Lynn, 2002). Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak otomatis menciptakan kesejahteraan yang adil dan merata. Pemerintah bertugas mendesain perekonomian yang memberikan akses kepada seluruh penduduk untuk melakukan aktivitas ekonomi.

Catatan-catatan yang dikemukakan di atas menunjukkan adanya ketimpangan antar wilayah dan ketimpangan antar struktur perekonomian. Ketimpangan ini menunjukkan tidak meratanya manfaat yang diterima pelaku ekonomi. Penduduk di Jawa memperoleh manfaat lebih banyak dibanding di luar Jawa. Juga, pekerja di sektor non-tradable mengalami peningkatan pendapatan yang lebih tinggi dibanding pekerja di sektor tradable. Perlu dipahami bahwa ketimpangan ini akan terus membesar jika distribusi pendapatan diserahkan kepada mekanisme pasar.

Pemerintah harus melakukan intervensi dengan mengalokasikan sumber daya yang dimiliki untuk mewujudkan pemerataan ekonomi. Menurut penulis, pemerintah memiliki dua instrumen untuk mewujudkan pembangunan yang lebih merata, yaitu regulasi dan APBN. Regulasi, terutama yang berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya ekonomi, perdagangan, dan industri harus berpihak pada rakyat secara umum. Misal, petani akan giat berproduksi bila diberikan insentif harga; aktivitas produksi pelaku usaha mikro dan kecil akan meningkat bila diberikan akses kredit yang mudah dan murah oleh pemerintah atau perbankan. Sementara itu, APBN seharusnya dapat menciptakan pemerataan. Persoalan utama pembangunan di luar Jawa adalah rendahnya kualitas dan kuantitas infrastruktur. Untuk mengejar ketertinggalan pembangunan, pemerintah harus mengalokasikan belanja infrastruktur di wilayah tertinggal di luar Jawa.[] 

NB; Ditulis pada Februari 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar