Pada Rencana Kerja
Pemerintah (RKP) tahun 2012, pemerintah mengambil tema pembangunan nasional,
yaitu: “Percepatan dan Perluasan Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas,
Inklusif, dan Berkeadilan Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat”. Bagaimana
relevansi tema ini terhadap perekonomian Indonesia saat ini? Dan, langkah
seperti apa yang semestinya dilakukan pemerintah untuk mencapai tujuan yang
terkandung di tema tersebut?
Pada 6 Februari 2012,
Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data pertumbuhan PDB untuk 2011. Di dalam
data tersebut, dianalisis mengenai kontribusi setiap wilayah (pulau) terhadap
pembentukan PDB. Seperti tahun-tahun sebelumnya, Pulau Jawa masih mendominasi
dengan kontribusi sebesar 57,5 persen. Selama tiga tahun terakhir, yakni 2008-2010,
kontribusi pulau jawa berturut-turut 57,9 persen, 58,6 persen, 58 persen. Untuk
wilayah lain, kontribusi yang cukup tinggi hanya bersumber dari Pulau Sumatra
dengan nilai 23,5 persen. Sedangkan, pulau lain seperti Kalimantan, Sulawesi, Bali
dan Nusa Tenggara, Maluku dan Papua berturut-turut sebesar 9,6 persen, 4,6
persen, 2,6 persen, 2,1 persen. Data ini menunjukkan belum adanya persebaran
kegiatan ekonomi yang cukup berarti selama beberapa tahun terakhir.
Ketimpangan pembangunan
ekonomi memang tidak hanya terjadi di Indonesia. Bank Dunia, dalam publikasi
World Development Report 2009, menyatakan bahwa produksi terkonsentrasi di
kota-kota besar, provinsi-provinsi utama, dan negara-negara kaya. Ketimpangan
ekonomi terjadi baik di dalam suatu negara maupun antar negara. Di Mesir, Kairo
berkontribusi lebih dari setengah terhadap pembentukan PDB. Padahal, wilayah
Kairo hanya 0,5 persen dari wilayah Mesir. Amerika Utara, Uni Eropa, dan Jepang
dengan jumlah penduduk kurang dari 1 miliar jiwa menguasai ¾ kekayaan dunia. Fenomena
ini menunjukkan betapa persoalan ketimpangan memang terjadi dalam skala massif
baik dalam lingkup negara maupun antar negara.
Pemerintah, dimanapun
di dunia ini, bertugas untuk memecahkan persoalan distribusi pendapatan,
terutama pada aspek spasial. Ketimpangan spasial ini ditunjukkan oleh
dominannya kontribusi sebagian kecil wilayah tertentu terhadap pertumbuhan
ekonomi. Sedangkan, sebagian besar wilayah lainnya, justru memiliki kontribusi
yang minim. Isu ketimpangan ekonomi secara spasial, seperti dikemukan di atas,
terjadi di Indonesia. Dengan wilayah yang luas dan karakteristik fisik yang
terpisah satu sama lain, menjadikan Indonesia potensial bagi terjadinya
ketimpangan secara massif. Suatu negara dengan wilayah yang satu sama lain
terpisah, seperti di Indonesia, mengakibatkan terhambatnya hubungan ekonomi
antar wilayah. Indonesia adalah negara kepulauan, dengan lima pulau besar,
yaitu Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Di antara lima pulau
tersebut, Jawa merupakan pusat bisnis dan pemerintahan. Adanya laut yang
memisahkan antara Jawa dengan pulau lainnya mengakibatkan sulitnya perkembangan
ekonomi meluas ke pulau lainnya.
Tampaknya hal ini sudah
disadari oleh pemerintah Indonesia. Paparan statistik di atas juga sudah sangat
jelas menggambarkan masih tingginya ketimpangan antara Jawa dengan luar Jawa.
Selaku pengambil kebijakan, pemerintah merupakan otoritas yang paling
bertanggung jawab atas terjadinya ketimpangan tersebut. Dengan demikian,
pemerintah berkewajiban untuk memecahkan persoalan ketimpangan spasial dalam
pembangunan ekonomi.
Pada era pemerintahan
SBY-Boediono, isu persebaran pembangunan ekonomi cukup diperhatikan. Salah
satunya tampak dengan dijadikannya isu ini sebagai tema pembangunan pada 2012,
sebagaimana dipaparkan sebelumnya. Bahkan, pemerintah telah menyusun Master
Plan Percepatan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) sebagai
landasan operasional dalam mewujudkan pemerataan hasil-hasil pembangunan. Tentu
komitmen pemerintah ini harus diapresiasi di satu sisi, tapi juga perlu
dikritisi di sisi lain. Apresiasi terutama muncul karena pemerintah pusat telah
menyadari betapa pentingnya menyebarluaskan hasil-hasil pembangunan. Pun, pemerintah
tidak lagi hanya berorientasi pada penciptaan pertumbuhan ekonomi yang
setinggi-tingginya, tapi juga pada pemerataan ekonomi.
Kritik muncul karena
pemerintah di level daerah, selaku bagian dari pemerintah pusat, masih
cenderung tidak peduli dengan pembangunan di wilayahnya. Padahal, keberhasilan
MP3EI sangat ditentukan oleh komitmen pemerintah daerah. Jika pemerintah daerah
abai dengan pembangunan ekonomi di daerahnya, investasi yang direncanakan
melalui MP3EI tidak akan terealisasi dengan sempurna. Memang sejak era
desentralisasi diterapkan, pemerintah daerah memiliki kewenangan yang luas
untuk membangun masyarakat di daerah masing-masing. Seiring dengan tingginya
tugas dan tanggung jawab tersebut, sokongan finansial pun ditransfer ke daerah
untuk mendukung kegiatan pemerintah daerah. Namun masih banyak ditemui
pemerintah daerah yang belum memprioritaskan pembangunan ekonomi sebagai agenda
pemerintahan. Sebaliknya, dana-dana yang dimiliki sebagian besar dialokasikan
untuk membiayai kebutuhan pegawai, seperti gaji, perjalanan dinas, renovasi
kantor, dan lain-lain. Akibatnya, kemajuan ekonomi di daerah tersebut terhambat.
Jadi, saya
mengapresiasi upaya pemerintah pusat untuk mempercepat perluasan pembangunan
ekonomi. Namun, bila pemerintah darah belum berkomitmen penuh untuk
menyejahterahkan rakyatnya, niscaya cita-cita tersebut sulit dicapai.
Sebaliknya, jika pemerintah daerah punya komitmen untuk membangun daerahnya,
disertai dengan political action yang
benar, niscaya pembangunan ekonomi di setiap daerah akan menggeliat.
Investasi-investasi swasta dan pemerintah akan dengan mudah diimplementasikan,
dengan catatan tidak mengorbankan kepentingan masyarakat umum. Karena itu,
langkah yang mesti dilakukan adalah mewujudkan pemerintahan daerah yang
berpihak pada rakyat. Pada tataran ini, peran rakyat sangatlah penting. Rakyat
harus mengawasi jalannya pemerintahan, serta proaktif dalam merencanakan
pembangunan di daerah. Keterlibatan rakyat dalam pembangunan di daerah akan
mendorong transparansi, akuntabilitas, dan keberpihakan pemerintah daerah
terhadap pembangunan ekonomi yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat. []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar