Seputar Indonesia, 14 Januari 2008
Tercapainya pertumbuhan ekonomi di level 6,3% pada 2007, menepis dugaan beberapa kalangan yang meragukan target tersebut bisa dicapai pemerintah. Pesimisme ini memang beralasan, sebab diperkirakan pertumbuhan investasi sebagai salah satu pendorong pertumbuhan yang ditargetkan sebesar 12,3 % tidak tercapai.
Pertumbuhan memang masih menyisakan pesimisme, sebab peningkatan kapasitas produksi barang dan jasa nasional hanya menciptakan lapangan kerja yang relatif sedikit ketimbang tenaga kerja yang mestinya terserap. Apalagi bila dihadapkan dengan target pemerintah menurunkan angka pengangguran pada 2009 menjadi 5,1% dari total angkatan kerja yang per Agustus 2007 mencapai 109,94 juta jiwa. Beberapa kalangan menilai, pertumbuhan yang dicapai pada 2007 memang kurang berkualitas, sebab setiap satu persen pertumbuhan, perekonomian hanya mampu menyerap tidak lebih dari 225.000 tenaga kerja. Sementara itu, tiap tahun terdapat tambahan angkatan kerja sekitar 2 juta jiwa. Artinya, bila kualitas dan tingkat pertumbuhan tetap sama, maka tiap tahun pengangguran akan bertambah sekitar 200 ribu – 300 ribu jiwa. Idealnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia harus mencapai 7-8 persen per tahun, dan bisa menyerap sebanyak 300 ribu – 350 ribu tenaga kerja per satu persen pertumbuhan.
Kualitas pertumbuhan bisa diamati pada struktur Produk Domestik Bruto (PDB) dengan mengamati unsur pembentuknya yaitu sektor lapangan usaha dan pengeluaran. Dari sisi sektor lapangan usaha, pertumbuhan PDB terutama didorong oleh sektor non-tradable, seperti sektor pengangkutan dan komunikasi, bangunan, dan jasa-jasa. Sementara itu, sektor industri manufaktur, pertanian, pertambangan yang notabene menyerap relatif banyak tenaga kerja ketimbang sektor non-tradable, hanya sedikit berkontribusi pada pertumbuhan.
Di sisi lain, proporsi sektor pengeluaran yang terdiri dari konsumsi, pengeluaran pemerintah, investasi, dan ekspor neto juga tidak luput dari masalah. Sumbangan sektor konsumsi pada PDB masih mendominasi sebesar 62%. Sementara itu, sektor investasi yang diharapkan efektif membuka lapangan kerja hanya berkontribusi sebesar 24% terhadap PDB. Oleh karena itu, dibutuhkan kerja keras pemerintah di tahun-tahun mendatang untuk menggairahkan iklim investasi agar proporsi pembentuk PDB ini tidak timpang. Sehingga kapasitas produksi domestik bisa meningkat signifikan serta tenaga kerja terserap lebih banyak setiap satu persen pertumbuhan.
Kebijakan pro pengurangan jumlah penganggur harus ditempuh karena kita berpacu dengan banyaknya tambahan tenaga kerja tiap tahun. Tantangan ini memang menjadi ciri khas perekonomian yang surplus tenaga kerja, yaitu perekonomian yang kapasitas produksinya belum mampu menampung seluruh angkatan kerja. Surplus tenaga kerja memang kadangkala menjadi penghambat, tapi bisa juga menjadi pendorong perekonomian. Kondisi ini tergantung beberapa faktor di antaranya, iklim usaha yang kondusif dan tenaga kerja yang berkualitas.
Oleh karena itu, pemerintah harus lebih konkrit mengatasi pengangguran, salah satunya dengan fokus mengembangkan sektor usaha yang menyerap banyak tenaga kerja, yakni usaha kecil. Data 6 tahun terakhir menunjukkan, usaha kecil mencapai rata-rata 99% dari total usaha sebesar 48,9% juta tahun 2006. Sementara itu, jumlah tenaga kerja yang terserap mencapai 91% dari jumlah tenaga kerja seluruhnya.
11 Januari, 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar