10 Februari, 2009

Paket Stimulus dan PHK

Seputar Indonesia, Selasa 10 Februari 2009

Dampak krisis finansial global yang berimbas pada sektor riil mulai dirasakan. Setidaknya ini dapat diamati pada gencarnya perusahaan-perusahaan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada sejumlah karyawan. PHK dianggap solusi di saat perusahaan menghadapi penurunan permintaan sebagai imbas lemahnya daya beli konsumen. Bila permintaan berkurang, wajar bila perusahaan mengurangi jumlah tenaga kerja yang disesuaikan dengan berkurangnya permintaan produk. Namun di sisi lain, PHK akan menambah angka pengangguran baru.

Pengangguran merupakan salah satu masalah ekonomi yang sangat pelik, di samping masalah kemiskinan dan kesenjangan pendapatan. Dalam teori ekonomi konvensional, pengangguran menjadi satu topik khusus yang dibahas secara mendalam, termasuk cara mengatasinya. Berdasarkan teori, pengangguran dapat dikurangi dengan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Sedangkan untuk mendorong pertumbuhan, Ekonom John Maynard Keynes mengatakan bahwa terhadap 4 variabel yang mesti diperhatikan yakni konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, dan pendapatan ekspor neto.

Memang data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan tingkat pengangguran terbuka di Indonesia yang menurun. Pada Agustus 2008 mencapai 8,39% atau 9,39 juta orang dari total angkatan kerja, turun dibanding Agustus tahun 2007 sebesar 9,11% atau 10,01 juta orang dari angkatan kerja. Namun angka ini masih jauh dari target presiden SBY, yang berjanji akan menurunkan angka pengangguran ke level 5,1% pada tahun 2009. Lagi pula, diakui BPS, angka pengangguran yang dirilis pada Januari 2009 ini belum terpengaruh krisis global. Karena itu, pada 2009 ini, kemungkinan besar terjadi peningkatan angka pengangguran.

Dengan angka pengangguran demikian, serta PHK yang diprediksi terjadi dalam skala masif pada 2009, pemerintah perlu mengoptimalkan peran yang diembannya. Dalam kondisi sekarang, kita tak bisa berharap banyak pada investor swasta karena alasan ekonomi yang belum kondusif. Pun, pendapatan dari ekspor menurun karena permintaan produk dari luar negeri berkurang. Memang konsumsi masyarakat masih menjanjikan, tapi ini juga sangat rentan dari gejolak harga yang bisa terjadi kapan pun. Karena itu, instrumen yang paling cocok di masa krisis ini adalah pengeluaran pemerintah (Government Spending) dalam bentuk stimulus fiskal.

Pemerintah berencana mengeluarkan stimulus fiskal sejumlah Rp 71,3 triliun atau 1,4% dari PDB pada 2009. Paket stimulus ini ditujukan untuk meningkatkan daya beli masyarakat, daya saing usaha dan ekspor, dan peningkatan belanja infrastruktur padat karya. Namun yang jadi masalah saat ini adalah lambannya paket stimulus ini diimplementasikan. Padahal, dunia usaha memerlukan bantuan ini secepatnya agar tetap mampu bertahan dari kesulitan bisnis saat ini. Bagi dunia usaha, pemerintahan menjanjikan pembebasan bea masuk, fasilitas PPh badan, fasilitas PPN, fasilitas PPh pasal 21 untuk karyawan, potongan tarif listrik untuk industri, penurunan harga solar, pembiayaan UMKM melalui KUR dan jaminan ekspor. Pemerintah harus segera merealisasikan paket ini agar ancaman PHK dapat dikurangi. Kalau bukan sekarang, lalu kapan lagi?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar