Dimuat di Kolom Opini Koran Kedaulatan Rakyat, 20 Agustus 2016
Peringatan
Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Indonesia yang ke-71 mengambil tema “Indonesia
Kerja Nyata”. Tema ini seyogianya mampu memberikan inspirasi dan membangkitkan
semangat untuk bekerja nyata mengisi kemerdekaan melalui pembangunan di segala
aspek kehidupan.
Proklamasi
kemerdekaan yang dibacakan Soekarno dan Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945
merupakan titik tolak dimulainya tugas mengisi kemerdekaan. Sebagaimana
dikemukakan dalam Pembukaan UUD 1945 bahwa tujuan dibentuknya Pemerintah Negara
Indonesia untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Upaya meraih kemerdekaan ini
memang tidak mudah, tapi mengisi kemerdekaan seperti diamanatkan Pembukaan UUD
1945 juga bukan hal gampang dicapai, salah satunya kesejahteraan rakyat
Indonesia secara menyeluruh.
Di masa
awal kemerdekan, kondisi ekonomi Indonesia masih diwarnai ketidakstabilan.
Titik balik pembangunan ekonomi dimulai pada rezim orde baru dimana selama
sekitar 30 tahun, kondisi ekonomi mengalami kemajuan signifikan. Pendapatan
nasional per kapita tahun 1969 hanya sebesar USD 80, lalu meningkat menjadi USD
1.100 di tahun 1996 atau naik hampir 14 kali lipat. Namun capaian itu berakhir
setelah krisis ekonomi melanda Indonesia tahun 1998. Pendapatan per kapita
terjun ke level USD 660 atau turun sekitar 40% (Bank Dunia).
Potret Ekonomi Indonesia Saat Ini
Kini
sudah 71 tahun Indonesia hidup di alam kemerdekaan. Meskipun sempat dihantam
krisis ekonomi pada akhir 1990-an, ekonomi Indonesia perlahan-lahan bangkit. Di
masa reformasi, kemajuan ekonomi yang dicapai cukup signifikan, ditandai
peningkatan pendapatan per kapita dari USD 560 di tahun 2000 menjadi USD 3.340
di tahun 2015 (Bank Dunia). Tidak hanya itu, beberapa indikator menunjukkan
Indonesia patut diperhitungkan dalam percaturan ekonomi internasional.
Berdasarkan data Bank Dunia, Indonesia menempati urutan keempat jumlah penduduk
terbanyak di dunia, perekonomian terbesar ke-10 (berdasarkan purchasing power parity), serta
tergabung dalam G-20 (kelompok 20 negara dengan perekonomian terbesar).
Namun
tantangan dari waktu ke waktu juga makin berat baik dari luar maupun dalam
negeri. Tantangan dari luar dicerminkan oleh persaingan global yang semakin
meningkat. Berbagai hambatan perdagangan dan mobilitas sumber daya ekonomi
antar negara makin dikurangi. Di satu sisi, persaingan bebas menjadi peluang
untuk memaksimalkan sumber daya dalam negeri untuk dipasarkan ke luar negeri, tapi
di lain sisi pasar domestik juga berpeluang dimanfaatkan oleh negara lain untuk
memasarkan hasil produksinya. Ironisnya, pasar Indonesia lebih banyak dimanfaatkan
oleh negara lain. Misalnya, implementasi Perjanjian Asean – China Free Trade
Area yang berimplikasi pada defisit perdagangan Indonesia dengan China secara
terus menerus dalam kurun waktu 5 tahun terakhir.
Tantangan
lainnya berasal dari dalam negeri. Potret kemiskinan, pengangguran, dan
ketimpangan pendapatan memang tampak ada perbaikan, tapi masih ada pekerjaan
rumah yang perlu diselesaikan. Data BPS menunjukkan penduduk di bawah garis
kemiskinan pada Maret 2016 sebanyak 28,01 juta orang, berkurang 580 ribu orang dibanding
jumlah penduduk miskin pada Maret 2015 sebesar 28,59 juta orang, serta
berkurang sekitar 10,7 juta orang dibanding jumlah penduduk miskin pada tahun
2000 sebesar 38,74 juta orang. Sementara itu, angka pengangguran juga membaik.
Pada Februari 2016, jumlah pengangguran sebanyak 7,02 juta orang, turun 430
ribu orang dibanding jumlah pengangguran Februari 2015 sebanyak 7,45 juta
orang. Secara ideal, setiap 1 persen pertumbuhan ekonomi menciptakan 400 ribu
kesempatan kerja baru, maka dengan pertumbuhan ekonomi 4,8 persen di tahun 2015,
penyerapan tenaga kerja idealnya sebanyak 1,92 juta orang. Sebagai informasi,
tambahan angkatan kerja baru tahun 2015 sebanyak 630 ribu orang, sehingga total
penyerapan tenaga kerja (tambahan angkatan kerja dan pengurangan jumlah
penganggur) hanya sebesar 1,06 juta atau 55 persen dari ideal.
Sementara
itu, disparitas atau ketimpangan pendapatan cenderung berkurang yang ditandai
dengan turunnya Rasio Gini dari 0,41 pada Maret 2015 menjadi 0,40 pada
September 2015. Rasio Gini mengukur ketimpangan pendapatan dimana angka yang
makin tinggi menunjukkan ketimpangan pendapatan yang makin tinggi, sebaliknya
rasio gini yang makin rendah menunjukkan ketimpangan pendapatan makin rendah. Dalam
beberapa tahun terakhir, data menunjukkan penurunan Rasio Gini baru terjadi di
periode ini. Rasio Gini sudah bertengger di angka 0,41 sejak Maret 2012 hingga
Maret 2015 (BPS).
Menurut
Bank Dunia, disparitas pendapatan disebabkan 4 hal yaitu: adanya ketimpangan
peluang sejak usia dini, pekerjaan tidak merata, tingginya konsentrasi
kekayaan, dan ketahanan ekonomi rendah. Lebih lanjut Bank Dunia
merekomendasikan 4 kebijakan untuk mengurangi disparitas tersebut, yaitu:
perbaikan layanan publik di daerah, penciptaan lapangan kerja yang lebih baik
dan pelatihan keterampilan bagi tenaga kerja, perlindungan pemerintah kepada
masyarakat terhadap guncangan ekonomi, serta penggunaan pajak dan anggaran
belanja pemerintah untuk mengurangi ketimpangan.
Mencermati
berbagai tantangan di atas, momentum peringatan kemerdekaan ke-71 seyogianya
memberikan inspirasi dan membangkitkan semangat bekerja nyata untuk
menyelesaikan berbagai permasalahan bangsa dan memajukan kesejahteraan rakyat.
[]
*Mahasiwa Pascasarjana (S2) Ilmu
Ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar