11 Oktober, 2016

Menjaga Pertumbuhan Ekonomi

Pemerintah baru-baru ini menyatakan asumsi target pertumbuhan ekonomi tahun 2016 akan direvisi dari 5,2% menjadi 5,1%. Padahal pada Juli lalu, Pemerintah telah merevisi asumsi target pertumbuhan ekonomi dari 5,3% (APBN 2016) menjadi 5,2% (APBN Perubahan 2016).

Beberapa lembaga memproyeksi adanya perlambatan ekonomi. Dalam Rapat Dewan Gubernur BI pada Agustus 2016, BI menurunkan target pertumbuhan ekonomi dari 5%-5,4% menjadi 4,9%-5,3%. Jika diambil nilai tengah, pertumbuhan turun dari 5,2% menjadi 5,1%. Menurut BI, penurunan proyeksi disebabkan pemangkasan belanja pemerintah, tekanan ekonomi global, dan investasi swasta yang masih proses pemulihan. Sementara dalam laporan ekonomi kuartalan pada Maret dan Juni 2016, Bank Dunia mematok proyeksi pertumbuhan ekonomi hanya sebesar 5,1%.

Bila melihat ke belakang, tren pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami penurunan. Data BPS menunjukkan penurunan pertumbuhan dari tahun 2011 (6,5%), 2012 (6,23%), 2013 (5,78%), 2014 (5,02%), dan 2015 (4,79%). Pemerintah dan BI menilai tahun 2015 sebagai titik terendah perlambatan ekonomi sehingga di tahun 2016 dan ke depan, ekonomi mulai bangkit. Pemerintah optimis pertumbuhan ekonomi di atas 5%. 

Pelemahan Ekonomi Global
Kondisi ekonomi global yang diperkirakan mulai pulih tahun ini sejak krisis keuangan global tujuh tahun lalu tampaknya belum terjadi. Dalam Laporan Global Economic Prospect pada Juni 2016, Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global tahun 2016 mengalami penurunan dari 2,9% (prediksi Januari 2016) menjadi 2,4% (prediksi Juni 2016). Proyeksi ini berdasarkan beberapa kondisi seperti melambatnya pertumbuhan di negara-negara maju, harga komoditas yang tetap rendah, lemahnya perdagangan global, dan arus modal yang berkurang.

Pelemahan ekonomi global ini memicu pelemahan nilai ekspor Indonesia ke sejumlah negara tujuan ekspor utama, seperti Amerika Serikat, Jepang, Tiongkok, dan India. Berdasarkan data BPS, pada periode Januari – Juli 2016, nilai ekspor Indonesia ke empat negara tujuan utama yang pangsanya sekitar 40% dari total nilai ekspor Indonesia, masing-masing mengalami penurunan, yaitu Tiongkok (-9,6%), Jepang (-6,2%), Amerika Serikat (-1,5%), dan India (-30%) dibanding periode yang sama tahun 2015. Pada periode Januari – Juli 2016, akumulasi nilai ekspor Indonesia sebesar USD 79,08 miliar atau turun 12% dibanding periode yang sama tahun 2015. Meski terjadi penurunan ekspor, neraca perdagangan masih surplus sebesar USD 4,1 miliar untuk akumulasi periode Januari – Juli 2016. Namun angka surplus ini turun sekitar 30% dibanding periode yang sama tahun 2015.   

Pemotongan Belanja
APBN memainkan peran penting dalam menstimulus perekonomian melalui investasi dan konsumsi pemerintah. Di tengah melambatnya kinerja perdagangan internasional yang disebabkan pelemahan ekonomi global, peran APBN mestinya dapat ditingkatkan. Ironisnya, Pemerintah memotong belanja Rp. 133,8 triliun untuk menjaga kredibilitas APBN akibat dari kemungkinan melesetnya target penerimaan pajak sebesar Rp. 219 triliun.    

Revisi target pendapatan dan belanja sebenarnya telah dilakukan di APBN-P 2016. Pendapatan turun dari Rp 1.822,5 triliun menjadi Rp. 1.786,2 triliun atau berkurang Rp. 36,3 triliun, sedangkan belanja turun dari Rp. 2.095,7 triliun menjadi 2.082,9 triliun atau berkurang Rp. 12,8 triliun. Karena pengurangan pendapatan lebih besar dari belanja, maka defisit naik dari Rp. 273,1 triliun (2,15% PDB) menjadi Rp. 296,7 triliun (2,35% PDB) atau bertambah Rp. 23,6 triliun. Revisi APBN-P masih diwarnai optimisme sehingga target pendapatan hanya berkurang sedikit. Lebih rinci, pengurangan pendapatan terdiri dari pajak Rp. 7,5 triliun dan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) Rp. 28,8 triliun. Besaran pengurangan pajak ini jauh lebih rendah dibanding proyeksi shortfall pajak yang belakangan baru disampaikan Pemerintah.  

Menjaga Pertumbuhan
Pemotongan belanja berpotensi berdampak pada penurunan pendapatan nasional. Meski pemotongan belanja tidak menyentuh program prioritas, seperti infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan, tapi pasti berpengaruh ke pelaku usaha dan rumah tangga. Pemotongan belanja yang sifatnya konsumtif seperti perjalanan dinas dan konsinyering di hotel akan mengurangi permintaan terhadap transportasi dan hotel yang notabene terkait dengan banyak aktivitas ekonomi lain. Bahkan belanja infrastruktur yang dianggap prioritas pun akan diseleksi sangat ketat, sehingga beberapa proyek akan dikurangi volume-nya atau ditunda.


Diperlukan upaya ekstra keras Pemerintah untuk menjaga pertumbuhan agar tidak melambat di tengah pelemahan ekonomi global dan keterbatasan anggaran. Pertama, penyerapan anggaran yang tersedia harus dimaksimalkan dan diprioritaskan untuk belanja yang produktif dan bernilai tambah tinggi bagi perekonomian. Kedua, memastikan pendapatan tidak semakin meleset dari target, di antaranya program Tax Amnesty harus berhasil. Ketiga, segera mengatasi penurunan neraca perdagangan, di antaranya dengan mengoptimalkan pemasaran ke negara alternatif tujuan ekspor sehingga tidak lagi tergantung pada Tiongkok, Jepang, Amerika Serikat, dan India. Keempat, pelaku usaha membutuhkan iklim investasi yang kondusif untuk memulai bisnis. Berbagai paket kebijakan meliputi deregulasi dan pemberian fasilitas/insentif harus dikawal Pemerintah dan dimanfaatkan dengan baik oleh pelaku usaha sehingga dapat meningkatkan investasi. []    

1 komentar:

  1. WynnBET - Las Vegas - MapYRO
    Wynn casino, WynnBET is an upscale shopping and destination located at the south 천안 출장샵 end 영천 출장안마 of the Las 세종특별자치 출장샵 Vegas 동해 출장마사지 Strip. 경기도 출장샵 It also features several boutiques and boutiques.

    BalasHapus