Dimuat Seputar Indonesia, 3 November 2010
Sudah jadi fakta, tanah air Indonesia kerap dilanda bencana alam, seperti letusan gunung api, tsunami, gempa bumi, tanah longsor, dan banjir. Fenomena ini bukan hal baru bagi rakyat Indonesia.
Bila
ditelurusi, penyebab bencana alam dapat dibagi dua, yakni faktor manusia dan faktor alam. Bencana alam karena faktor manusia sangat memungkinkan dicegah. Misal, banjir dan tanah longsor terjadi karena hutan dieksploitasi secara berlebihan oleh manusia, sehingga tidak lagi menjalankan fungsinya. Bila manusia tidak melakukannya, tentu tidak terjadi bencana. Adapun bencana karena faktor alam memang tidak dapat dicegah manusia. Alam telah memiliki siklus sendiri yang dapat menimbulkan bencana bagi manusia, seperti gempa bumi, tsunami, dan letusan gunung api.
Namun bencana karena faktor alam tidak semestinya membuat manusia berdiam diri. Setidaknya ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam menghadapi bencana tersebut, yakni sebelum dan sesudah bencana terjadi. Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, semestinya manusia mampu melakukan prediksi terhadap waktu terjadinya bencana. Letusan gunung api bisa diprediksi waktu terjadinya, meski tidak bisa dibatallkan atau ditunda letusannya. Bila waktu terjadinya bencana alam bisa diprediksi, tentu kita mampu meminimalkan kerugian.
Meski bisa diprediksi, biasanya dampak negatif tetap muncul bila bencana terjadi. Pada masa itu, tanggap terhadap bencana diperlukan. Tentu akan lebih parah lagi bila waktu terjadinya bencana tidak bisa diprediksi, misal gempa bumi. Oleh karena itu, dibutuhkan kesiapan dari pihak-pihak yang berwenang bila sewaktu-waktu terjadi bencana. Namun berkaca pada kondisi sekarang, tampaknya masih banyak yang harus diperbaiki dari penanganan bencana. Ini tampak pada minimnya kesiapan pihak yang berwenang dalam menangani korban, seperti pada bencana Tsunami di Mentawai dan Letusan Gunung Merapi di Yogyakarta
Kebetulan penulis tinggal di Yogyakarta, salah satu daerah yang terkena dampak letusan Gunung Merapi. Beberapa hari setelah letusan pertama terjadi, kondisi masyarakat yang tinggal di pengungsian agak lebih baik. Namun kondisi ini jauh berbeda dengan masa-masa awal ketika letusan pertama terjadi. Setidaknya ada beberapa persoalan yang muncul, di antaranya distribusi bantuan tidak merata, beberapa tempat pengungsian tidak bisa menampung pengungsi, dan minimnya relawan. Memang kondisi ini tidak berlangsung lama, sebab setelah bantuan banyak berdatangan, penanganan pengungsi jauh lebih baik. Namun bantuan yang sudah banyak bukan berarti masalah terselesaikan. Sampai saat ini, distribusi bantuan belum begitu baik. Ada daerah yang berlebihan, sementara masih ada yang kekurangan. Kondisi ini tentu tidak akan terjadi bila pemerintah turut serta mengatur distribusi bantuan tersebut, sebab sejauh ini lokasi penyaluran bantuan diserahkan sepenuhnya kepada donatur lewat posko[]
Sudah jadi fakta, tanah air Indonesia kerap dilanda bencana alam, seperti letusan gunung api, tsunami, gempa bumi, tanah longsor, dan banjir. Fenomena ini bukan hal baru bagi rakyat Indonesia.
Bila
ditelurusi, penyebab bencana alam dapat dibagi dua, yakni faktor manusia dan faktor alam. Bencana alam karena faktor manusia sangat memungkinkan dicegah. Misal, banjir dan tanah longsor terjadi karena hutan dieksploitasi secara berlebihan oleh manusia, sehingga tidak lagi menjalankan fungsinya. Bila manusia tidak melakukannya, tentu tidak terjadi bencana. Adapun bencana karena faktor alam memang tidak dapat dicegah manusia. Alam telah memiliki siklus sendiri yang dapat menimbulkan bencana bagi manusia, seperti gempa bumi, tsunami, dan letusan gunung api.
Namun bencana karena faktor alam tidak semestinya membuat manusia berdiam diri. Setidaknya ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam menghadapi bencana tersebut, yakni sebelum dan sesudah bencana terjadi. Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, semestinya manusia mampu melakukan prediksi terhadap waktu terjadinya bencana. Letusan gunung api bisa diprediksi waktu terjadinya, meski tidak bisa dibatallkan atau ditunda letusannya. Bila waktu terjadinya bencana alam bisa diprediksi, tentu kita mampu meminimalkan kerugian.
Meski bisa diprediksi, biasanya dampak negatif tetap muncul bila bencana terjadi. Pada masa itu, tanggap terhadap bencana diperlukan. Tentu akan lebih parah lagi bila waktu terjadinya bencana tidak bisa diprediksi, misal gempa bumi. Oleh karena itu, dibutuhkan kesiapan dari pihak-pihak yang berwenang bila sewaktu-waktu terjadi bencana. Namun berkaca pada kondisi sekarang, tampaknya masih banyak yang harus diperbaiki dari penanganan bencana. Ini tampak pada minimnya kesiapan pihak yang berwenang dalam menangani korban, seperti pada bencana Tsunami di Mentawai dan Letusan Gunung Merapi di Yogyakarta
Kebetulan penulis tinggal di Yogyakarta, salah satu daerah yang terkena dampak letusan Gunung Merapi. Beberapa hari setelah letusan pertama terjadi, kondisi masyarakat yang tinggal di pengungsian agak lebih baik. Namun kondisi ini jauh berbeda dengan masa-masa awal ketika letusan pertama terjadi. Setidaknya ada beberapa persoalan yang muncul, di antaranya distribusi bantuan tidak merata, beberapa tempat pengungsian tidak bisa menampung pengungsi, dan minimnya relawan. Memang kondisi ini tidak berlangsung lama, sebab setelah bantuan banyak berdatangan, penanganan pengungsi jauh lebih baik. Namun bantuan yang sudah banyak bukan berarti masalah terselesaikan. Sampai saat ini, distribusi bantuan belum begitu baik. Ada daerah yang berlebihan, sementara masih ada yang kekurangan. Kondisi ini tentu tidak akan terjadi bila pemerintah turut serta mengatur distribusi bantuan tersebut, sebab sejauh ini lokasi penyaluran bantuan diserahkan sepenuhnya kepada donatur lewat posko[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar