27 Mei, 2009

Capres dan Penguatan Ekonomi Domestik

Dimuat di Seputar Indonesia, Rabu, 27 Mei 2009

Siapapun presiden yang terpilih dalam pemilihan presiden Juli mendatang, dipastikan menghadapi tantangan krisis ekonomi global yang berimbas pada ekonomi domestik. Salah satu dampak yang dirasakan saat ini adalah banyaknya perusahaan yang melakukan PHK karena turunnya permintaan. Akibatnya, pengangguran akan bertambah. BPS memperkirakan, pengangguran akan bertambah sebanyak 300.000 orang pada 2009. Bahkan besar kemungkinan, angka pengangguran akan bertambah lebih banyak daripada prediksi BPS tersebut.

Adanya imbas krisis ekonomi global ini memang tidak bisa dimungkiri mengingat Indonesia merupakan negara dengan perekonomian yang relatif terbuka baik di sektor finansial maupun sektor perdagangan (riil). Keterbukaan di sektor finansial ditandai dengan liberalisasi modal jangka pendek yang masuk ke pasar keuangan Indonesia. Sementara itu, keterbukaan perdagangan ditandai dengan makin berkurangnya hambatan-hambatan perdagangan, baik hambatan tarif maupun non-tarif. Dengan ciri ini, Indonesia sangat rentan terkena dampak gejolak ekonomi eksternal bila ketahanan domestik belum cukup kuat.

Karena itu, sebagai negara dengan kekuatan ekonomi yang masih relatif kecil (terutama indikator PDB per kapita), Indonesia tidak bisa berbuat banyak dalam menyelesaikan krisis global yang bermula di AS ini. Tugas yang relevan adalah mengantisipasi dampak buruk yang berpeluang menimpa perekonomian domestik. Dengan kata lain, Indonesia bisa melakukan lebih banyak bila fokus pada penguatan ekonomi domestik.

Bagi penulis, penguatan ekonomi domestik inilah yang perlu menjadi fokus para capres dalam menghadapi tantangan krisis ekonomi global. Program-program capres, terutama dalam bidang ekonomi, mestinya diarahkan untuk menguatkan ekonomi domestik. Ekonomi domestik yang kuat ditandai dengan ketahanan ekonomi terhadap berbagai gejolak eksternal. Kondisi ini dapat dicapai dengan mengandalkan berbagai potensi ekonomi domestik, melalui aktivitas produksi dan konsumsi.

Untuk menguatkan ekonomi domestik, industri haruslah berdaya saing tinggi. Selama ini, daya saing industri masih relatif rendah, yaitu berada urutan 54 dari 131 negara yang disurvei pada 2007-2008. Kondisi ini mengakibatkan produsen domestik tidak bisa bersaing dengan produsen-produsen asing, terutama Jepang dan China yang saat ini menggempur pasar domestik kita. Terlebih lagi, produsen domestik akan sangat kesulitan menembus pasar luar negeri mengingat persaingan antar negara-negara pengekspor makin ketat. Di sisi lain, dukungan dari konsumen sendiri juga masih rendah. Dengan kata lain, konsumen domestik masih menjadikan produk asing sebagai pilihan yang lebih menarik ketimbang produk sendiri. Akibatnya, potensi konsumsi domestik, tidak tersalurkan untuk membangun ketahanan ekonomi bangsa.

Meski penguatan ekonomi domestik merupakan tantangan terbesar bagi presiden yang terpilih, rakyat tetap berharap agar masalah yang dihadapi rakyat karena krisis ekonomi global ini dapat diatasi. Karena itu, rakyat akan melihat, siapa capres yang akan menjanjikan program-program ataupun strategi kebijakan untuk menguatkan ekonomi domestik dalam rangka mengatasi dampak krisis ekonomi global. []

Sumber:
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/241971/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar