Seputar Indonesia, Sabtu 25 Agustus 2007
Isu yang hangat diperbincangkan dalam sepekan terakhir adalah mengenai liberalisasi finansial. Jatuhnya harga saham AS yang merembet ke pasar saham Eropa, ikut berdampak pada melemahnya IHSG, meski saat ini sudah membaik. Perekonomian dunia yang semakin menyatu berakibat pada signifikannya pengaruh gejolak ekonomi di negara yang ekonominya besar seperti AS, pada negara-negara lain yang menerapkan sistem liberal dalam perekonomiannya. Indonesia adalah salah satu negara yang menerapkan liberalisasi finansial. Tak heran jika jatuhnya harga saham di pasar saham AS, juga berakibat turunnya IHSG. Bukan hanya pasar saham di Indonesia, negara lain di Asia, juga Eropa yang menerapkan liberalisasi finansial, ikut merasakan dampak “lesunya” perekonomian global ini.
Deregulasi tahun 1980-an merupakan awal dari liberalisasi ekonomi di Indonesia. saat itu, kran investasi dibuka selebar-lebarnya agar modal asing bisa masuk. Akan tetapi, kesempatan ini dimanfaatkan oleh spekulan untuk meraup keuntungan, sebab dengan instrumen investasi portofolio jangka pendek, mereka leluasa menempatkan dana seperti lebih leluasanya keluar. Selain itu, ada pula paket kebijakan Oktober 1980 yang berisi izin mendirikan bank-bank dengan sangat mudah. Deregulasi berarti menggantikan atau bisa saja menghapus aturan-aturan sebelumnya diganti dengan aturan baru.
Perekonomian Indonesia memang mesti punya fundamental kuat sebelum menerapkan liberalisasi finansial. Kita bisa mencontoh perekonomian China dan India, yang saat ini menjadi raksasa baru ekonomi dunia.
Strategi apa yang diterapkan China dan India? China dan India menerapkan pembatasan terhadap investasi portofolio jangka pendek, mereka menetapkan aturan agar investor melakukan investasi langsung yang bisa menyerap tenaga kerja. Setelah mereka memiliki fundamental ekonomi yang kuat, seperti pertumbuhan ekonomi tinggi dan berkualitas, inflasi terkendali, serta cadangan devisa yang kuat, maka mereka baru membuka sedikit demi sedikit kran investasi portofolio, bahkan untuk investasi jangka pendek pun tidak ada kekhawatiran.
Kekuatan inilah yang mesti dibangun oleh Indonesia, dengan segera melakukan perubahan paradigma kebijakan yang menganggap kalau liberalisasi finansial sebebas-bebasnya akan berdampak baik bagi fundamental ekonomi. Belajarlah dari pengalaman negara lain. []
Isu yang hangat diperbincangkan dalam sepekan terakhir adalah mengenai liberalisasi finansial. Jatuhnya harga saham AS yang merembet ke pasar saham Eropa, ikut berdampak pada melemahnya IHSG, meski saat ini sudah membaik. Perekonomian dunia yang semakin menyatu berakibat pada signifikannya pengaruh gejolak ekonomi di negara yang ekonominya besar seperti AS, pada negara-negara lain yang menerapkan sistem liberal dalam perekonomiannya. Indonesia adalah salah satu negara yang menerapkan liberalisasi finansial. Tak heran jika jatuhnya harga saham di pasar saham AS, juga berakibat turunnya IHSG. Bukan hanya pasar saham di Indonesia, negara lain di Asia, juga Eropa yang menerapkan liberalisasi finansial, ikut merasakan dampak “lesunya” perekonomian global ini.
Deregulasi tahun 1980-an merupakan awal dari liberalisasi ekonomi di Indonesia. saat itu, kran investasi dibuka selebar-lebarnya agar modal asing bisa masuk. Akan tetapi, kesempatan ini dimanfaatkan oleh spekulan untuk meraup keuntungan, sebab dengan instrumen investasi portofolio jangka pendek, mereka leluasa menempatkan dana seperti lebih leluasanya keluar. Selain itu, ada pula paket kebijakan Oktober 1980 yang berisi izin mendirikan bank-bank dengan sangat mudah. Deregulasi berarti menggantikan atau bisa saja menghapus aturan-aturan sebelumnya diganti dengan aturan baru.
Perekonomian Indonesia memang mesti punya fundamental kuat sebelum menerapkan liberalisasi finansial. Kita bisa mencontoh perekonomian China dan India, yang saat ini menjadi raksasa baru ekonomi dunia.
Strategi apa yang diterapkan China dan India? China dan India menerapkan pembatasan terhadap investasi portofolio jangka pendek, mereka menetapkan aturan agar investor melakukan investasi langsung yang bisa menyerap tenaga kerja. Setelah mereka memiliki fundamental ekonomi yang kuat, seperti pertumbuhan ekonomi tinggi dan berkualitas, inflasi terkendali, serta cadangan devisa yang kuat, maka mereka baru membuka sedikit demi sedikit kran investasi portofolio, bahkan untuk investasi jangka pendek pun tidak ada kekhawatiran.
Kekuatan inilah yang mesti dibangun oleh Indonesia, dengan segera melakukan perubahan paradigma kebijakan yang menganggap kalau liberalisasi finansial sebebas-bebasnya akan berdampak baik bagi fundamental ekonomi. Belajarlah dari pengalaman negara lain. []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar