Harian Jogja, Selasa 6 Oktober 2009
Pemerintahan SBY telah memenuhi janjinya untuk meningkatkan gaji guru. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas guru sebagai tenaga pendidik. Bila kualitas guru meningkat, maka anak didik pun berpeluang besar meningkat kualitasnya. Salah satu insentif yang dapat mendorong guru meningkatkan kualitasnya adalah kenaikan gaji. Hal ini wajar, sebab bila guru sejahtera maka mereka akan fokus melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya. Karena itu, diharapkan dari adanya kebijakan ini, kualitas pendidikan nasional menjadi lebih baik.
Namun sebelum memperoleh kenaikan gaji, guru harus melalui proses sertifikasi. Masalahnya, tidak mudah memperoleh sertifikat sebagai guru profesional karena harus memenuhi persyaratan tertentu. Hal ini menjadi salah satu penyebab munculnya pelanggaran selama proses sertifikasi berlangsung, dimana muncul keinginan untuk memperoleh sertifikat tanpa harus bersusah payah. Pemalsuan dokumen sertifikasi merupakan modus yang kerap kali terjadi. Kondisi ini berpotensi mengacaukan tujuan dari adanya sertifikasi guru. Dengan kata lain, tidak ada peningkatan pada kualitas guru, sehingga kualitas murid pun tidak meningkat, dan pada akhirnya kualitas pendidikan nasional tidak meningkat pula. Kita tidak mengharapkan kondisi ini terjadi.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 74 Tahun 2008 tentang Guru, terdapat 10 syarat yang harus dipenuhi guru sebelum memperoleh sertifikat, yakni: kualifikasi akademik, pendidikan dan pelatihan, pengalaman mengajar, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, penilaian dari atasan dan pengawas, prestasi akademik, karya pengembangan profesi, keikutsertaan dalam forum ilmiah, pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial, dan penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan.
Seperti yang dituliskan di atas, syarat-syarat yang ditentukan pemerintah kepada guru yang akan memperoleh sertifikat, memang tidaklah mudah. Namun hal ini wajar bila dibandingkan dengan kompensasi yang diterima guru. Pasal 14 ayat (1) UU Guru menyatakan bahwa setiap guru berhak memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial. Dijelaskan pada pasal berikutnya bahwa penghasilan di atas kebutuhan minimum meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, dan maslahat tambahan yang terkait dengan tugasnya sebagai guru yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi.
Tentu saja tidak adil bila ada guru yang memperoleh sertifikat, tapi tidak melalui prosedur yang ditentukan. Karena itu, perlu dianalisis penyebab dari timbulnya pelanggaran tersebut, lalu menemukan solusinya. Menurut penulis, penyebab utama munculnya pelanggaran adalah lemahnya pengawasan pemerintah pusat. Memang pemerintah telah mengagendakan untuk melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap pelaksanaan sertifikasi ini. Tentu saja, tujuan utamanya adalah untuk mengetahui apakah pelaksanaan sertifikasi sudah sesuai prosedur standar yang telah ditetapkan ataukah malah menyimpang. Selain itu, ingin diketahui pula mengenai sejauh mana instansi menjalankan peran masing-masing. Terakhir, ingin diketahui dampak sertifikasi terhadap guru, kinerja sekolah dan hasil belajar siswa. Karena itu, bila masih terjadi pelanggaran dari proses ini, itu berarti bahwa pengawasan sertifikasi belum berjalan optimal. Pemerintah pusat perlu lebih proaktif dalam melakukan pengawasan agar maksud dari sertifikasi dapat tercapai. []
Pemerintahan SBY telah memenuhi janjinya untuk meningkatkan gaji guru. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas guru sebagai tenaga pendidik. Bila kualitas guru meningkat, maka anak didik pun berpeluang besar meningkat kualitasnya. Salah satu insentif yang dapat mendorong guru meningkatkan kualitasnya adalah kenaikan gaji. Hal ini wajar, sebab bila guru sejahtera maka mereka akan fokus melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya. Karena itu, diharapkan dari adanya kebijakan ini, kualitas pendidikan nasional menjadi lebih baik.
Namun sebelum memperoleh kenaikan gaji, guru harus melalui proses sertifikasi. Masalahnya, tidak mudah memperoleh sertifikat sebagai guru profesional karena harus memenuhi persyaratan tertentu. Hal ini menjadi salah satu penyebab munculnya pelanggaran selama proses sertifikasi berlangsung, dimana muncul keinginan untuk memperoleh sertifikat tanpa harus bersusah payah. Pemalsuan dokumen sertifikasi merupakan modus yang kerap kali terjadi. Kondisi ini berpotensi mengacaukan tujuan dari adanya sertifikasi guru. Dengan kata lain, tidak ada peningkatan pada kualitas guru, sehingga kualitas murid pun tidak meningkat, dan pada akhirnya kualitas pendidikan nasional tidak meningkat pula. Kita tidak mengharapkan kondisi ini terjadi.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 74 Tahun 2008 tentang Guru, terdapat 10 syarat yang harus dipenuhi guru sebelum memperoleh sertifikat, yakni: kualifikasi akademik, pendidikan dan pelatihan, pengalaman mengajar, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, penilaian dari atasan dan pengawas, prestasi akademik, karya pengembangan profesi, keikutsertaan dalam forum ilmiah, pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial, dan penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan.
Seperti yang dituliskan di atas, syarat-syarat yang ditentukan pemerintah kepada guru yang akan memperoleh sertifikat, memang tidaklah mudah. Namun hal ini wajar bila dibandingkan dengan kompensasi yang diterima guru. Pasal 14 ayat (1) UU Guru menyatakan bahwa setiap guru berhak memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial. Dijelaskan pada pasal berikutnya bahwa penghasilan di atas kebutuhan minimum meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, dan maslahat tambahan yang terkait dengan tugasnya sebagai guru yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi.
Tentu saja tidak adil bila ada guru yang memperoleh sertifikat, tapi tidak melalui prosedur yang ditentukan. Karena itu, perlu dianalisis penyebab dari timbulnya pelanggaran tersebut, lalu menemukan solusinya. Menurut penulis, penyebab utama munculnya pelanggaran adalah lemahnya pengawasan pemerintah pusat. Memang pemerintah telah mengagendakan untuk melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap pelaksanaan sertifikasi ini. Tentu saja, tujuan utamanya adalah untuk mengetahui apakah pelaksanaan sertifikasi sudah sesuai prosedur standar yang telah ditetapkan ataukah malah menyimpang. Selain itu, ingin diketahui pula mengenai sejauh mana instansi menjalankan peran masing-masing. Terakhir, ingin diketahui dampak sertifikasi terhadap guru, kinerja sekolah dan hasil belajar siswa. Karena itu, bila masih terjadi pelanggaran dari proses ini, itu berarti bahwa pengawasan sertifikasi belum berjalan optimal. Pemerintah pusat perlu lebih proaktif dalam melakukan pengawasan agar maksud dari sertifikasi dapat tercapai. []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar