11 April, 2017

Setelah Amnesti Pajak Berakhir


Kedaulatan Rakyat, 4 April 2017
 
Program amnesti pajak periode III telah berakhir tanggal 31 Maret 2017. Berakhirnya periode III ini sekaligus mengakhiri program amnesti pajak yang digulirkan Pemerintah sejak 1 Juli 2016. Setelah amnesti berakhir, pemerintah menyatakan akan lebih tegas menindak Wajib Pajak (WP) yang tidak memenuhi kewajiban perpajakannya dengan benar.  
Berdasarkan data dari Kementerian Keuangan, hingga penutupan amnesti pajak periode III, total uang yang masuk ke kas negara sebesar Rp 135 triliun, terdiri dari uang tebusan Rp. 114 triliun, pembayaran tunggakan Rp 18,8 triliun, dan pembayaran bukti permulaan Rp 1,75 triliun. Jumlah aset yang dilaporkan sebesar Rp 4.866 triliun, terdiri dari deklarasi dalam negeri Rp 3.687 triliun, deklarasi luar negeri Rp 1.032 triliun, dan repatriasi Rp 147 triliun. Dari target yang ditetapkan, deklarasi harta melampui target Rp 4.000 triliun, sementara target uang tebusan Rp 165 triliun hanya tercapai 70 %. Adapun target repatriasi Rp 1.000 triliun, ternyata hanya tercapai 14,7 %. Namun secara umum kinerja pelaksanaan amnesti pajak, terutama deklarasi harta dan penerimaan uang tebusan, dinilai cukup baik, apalagi bila dibandingkan dengan pengalaman negara lainnya yang melakukan amnesti pajak.   
Selama 9 bulan program amnesti berjalan, terdapat 965.983 WP yang ikut serta dalam amnesti pajak. Bagi WP yang telah mengikuti amnesti pajak dan melaporkan harta/aset dengan benar, barangkali perasaannya sudah lega karena sudah tidak “dihantui” lagi sanksi perpajakan atas kewajiban pajak masa lalu. Sebaliknya, bagi WP yang menunggak pajak dan/atau masih menyembunyikan harta yang dimiliki, barangkali perasaannya akan was-was nantinya jika pemerintah lebih agresif melakukan penindakan.
Kepatuhan Membayar Pajak
Untuk menjalankan roda pembangunan, diperlukan anggaran yang tidak sedikit. Pajak merupakan penerimaan negara yang paling dominan dan menjadi kunci bagi terlaksananya pembangunan. Dalam APBN 2017, dari target penerimaan Rp 1.750,3 triliun, sebanyak Rp 1.498,9 triliun (85,6 %) bersumber dari perpajakan, sisanya dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Rp 250 triliun (14,3 %), dan hibah Rp 1,4 triliun (0,1 %).
Salah satu upaya menggenjot penerimaan negara dari pajak adalah meningkatkan kepatuhan masyarakat membayar pajak. Seperti diketahui, sistem pembayaran pajak menggunakan self assessment, di mana setiap WP menghitung, mengisi, dan melaporkan sendiri kewajiban pajaknya. Sistem ini memungkinkan WP tidak menyampaikan informasi dengan benar mengenai kewajiban pajaknya.
Program amnesti pajak diharapkan dapat menyediakan dan memperluas informasi mengenai harta/kekayaan WP sehingga database basis pajak lebih akurat. Penegakan aturan setelah program amnesti pajak berakhir diharapkan mampu meningkatkan kepatuhan masyarakat membayar pajak. Namun upaya ini harus dibarengi dengan peningkatan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak. Kesadaran akan mendorong masyarakat patuh membayar pajak. Kesadaran bisa muncul jika masyarakat memperoleh manfaat dari pajak yang dibayarkan. Manfaat dari pajak memang tidak bisa dirasakan secara langsung sesaat setelah membayar pajak. Pajak akan dikumpulkan terlebih dulu oleh pemerintah, lalu disalurkan melalui kegiatan pembangunan. Namun sangat mungkin terjadi bila di satu sisi ada masyarakat yang menerima manfaat lebih dari pembangunan, tapi di sisi lain ada yang kurang atau bahkan sama sekali tidak memperoleh manfaat. Bagi masyarakat yang memperoleh manfaat dari pembangunan dan mengetahui bahwa manfaat tersebut berasal dari pajak, maka besar kemungkinan kesadaran membayar pajaknya akan tinggi. Sebaliknya, bagi masyarakat yang kurang atau sama sekali tidak mendapatkan manfaat dari pembangunan, maka kecil kemungkinan memiliki kesadaran membayar pajak.
Untuk itu, setelah amnesti pajak berakhir, di samping pemerintah membenahi administrasi perpajakan, penguatan SDM petugas pajak, dan penegakan aturan, juga harus mampu meningkatkan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak melalui upaya pembangunan yang merata dan berkeadilan, terutama dengan menyediakan kebutuhan masyarakat seperti infrastruktur dasar, layanan pendidikan dan kesehatan yang tidak hanya terjangkau tapi juga berkualitas. Jika masyarakat sudah memperoleh manfaat dari pembangunan, maka hal ini akan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk memenuhi kewajiban perpajakannya dengan benar. []   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar