Seputar Indonesia, 30 Maret 2010
Perbincangan mengenai pentingya menjaga kelestarian lingkungan memang sedang marak saat ini. Pasalnya, seiring dengan meningkatnya kemakmuran masyarakat, ternyata terjadi pula peningkatan kerusakan lingkungan hidup. Akan tetapi, secara teoritis, masyarakat yang semakin makmur juga akan berupaya menjaga kelestarian lingkungan.
Hal inilah yang digambarkan oleh Simon Kuznets dalam kurva U terbalik, dimana pendapatan di sumbu horisontal dan kerusakan lingkungan di sumbu vertikal. Kenaikan pendapatan dari posisi nol akan menimbulkan kerusakan lingkungan. Sampai pada tingkat tertentu, peningkatakan pendapatan justru menurunkan tingkat kerusakan lingkungan.
Hubungan positif antara pendapatan dan kerusakan lingkungan dapat dijelaskan secara sederhana. Telah umum diketahui, sumber daya alam merupakan salah satu faktor produksi. Secara teoritis, peningkatan jumlah output selalu dibarengi dengan peningkatakan input, salah satunya adalah sumber daya alam. Nah, semakin tinggi jumlah output, makin tinggi pula eksploitasi terhadap sumber daya alam. Lingkungan akan terkena dampak negatif bila para pelaku ekonomi hanya berpikir untuk mengambil keuntungan sebanyak-banyaknya dari eksploitasi sumber daya alam.
Namun sampai pada tingkat pendapatan tertentu, masyarakat akan merasakan dampak negatif dari kerusakan lingkungan. Karena itu, muncul kesadaran untuk menjaga kelesatarian lingkungan. Tingkat kemakmuran yang tinggi akan memicu investasi di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga produksi akan tetap bertumbuh meski penggunaan faktor produksi lain diminimalkan. Adapun pendapatan yang terus meningkat, juga dapat digunakan untuk melakukan perawatan terhadap lingkungan sebagai kompensasi atas eksploitasi yang dilakukan.
Berkaca pada analisis di atas, kesimpulan yang dapat diperoleh adalah perlunya muncul kesadaran untuk menjaga kelestarian lingkungan dan sekaligus meningkatkan investasi dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga kualitas lingkungan tetap terjaga seiring dengan peningkatan produksi. Hal yang penting pula diperhatikan adalah perlunya menciptakan teknologi yang ramah terhadap lingkungan. Telah umum diketahui, aktivitas produksi pastinya akan memunculkan residu, yakni energi yang tidak terbuang dari proses produksi. Residu inilah yang menjadi polusi, yang tidak hanya mencemari lingkungan tapi juga berdampak pada menurunnya kualitas kesehatan manusia di sekitarnya.
Keberadaan teknologi yang ramah lingkungan seyogiaya dapat meminimalkan residu yang terjadi dari aktivitas produksi, serta mendesain agar residu tersebut tidak berbahaya bagi lingkungan dan masyarakat di sekitarnya. Nah, tentu saja investasi terhadap teknologi yang ramah lingkungan ini sangat diperlukan bila memang kita berniat untuk meningkatkan aktivitas produksi, sekaligus tetap menjaga kelestarian lingkungan.
Dalam konteks yang lebih makro, tentu saja Indonesia tidak perlu menunggu sampai menjadi negara maju, lalu baru peduli terhadap lingkungan. Pasalnya, bila memang perusahaan-perusahaan di Indonesia mampu mendesain teknologi produksi yang ramah lingkungan, tentu kerusakan lingkungan bisa diminimalkan. Begitupun, saat mulai melakukan suatu aktivitas produksi, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan penegakannya merupakan langkah awal untuk tetap menjaga kualitas lingkungan hidup.[]
Perbincangan mengenai pentingya menjaga kelestarian lingkungan memang sedang marak saat ini. Pasalnya, seiring dengan meningkatnya kemakmuran masyarakat, ternyata terjadi pula peningkatan kerusakan lingkungan hidup. Akan tetapi, secara teoritis, masyarakat yang semakin makmur juga akan berupaya menjaga kelestarian lingkungan.
Hal inilah yang digambarkan oleh Simon Kuznets dalam kurva U terbalik, dimana pendapatan di sumbu horisontal dan kerusakan lingkungan di sumbu vertikal. Kenaikan pendapatan dari posisi nol akan menimbulkan kerusakan lingkungan. Sampai pada tingkat tertentu, peningkatakan pendapatan justru menurunkan tingkat kerusakan lingkungan.
Hubungan positif antara pendapatan dan kerusakan lingkungan dapat dijelaskan secara sederhana. Telah umum diketahui, sumber daya alam merupakan salah satu faktor produksi. Secara teoritis, peningkatan jumlah output selalu dibarengi dengan peningkatakan input, salah satunya adalah sumber daya alam. Nah, semakin tinggi jumlah output, makin tinggi pula eksploitasi terhadap sumber daya alam. Lingkungan akan terkena dampak negatif bila para pelaku ekonomi hanya berpikir untuk mengambil keuntungan sebanyak-banyaknya dari eksploitasi sumber daya alam.
Namun sampai pada tingkat pendapatan tertentu, masyarakat akan merasakan dampak negatif dari kerusakan lingkungan. Karena itu, muncul kesadaran untuk menjaga kelesatarian lingkungan. Tingkat kemakmuran yang tinggi akan memicu investasi di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga produksi akan tetap bertumbuh meski penggunaan faktor produksi lain diminimalkan. Adapun pendapatan yang terus meningkat, juga dapat digunakan untuk melakukan perawatan terhadap lingkungan sebagai kompensasi atas eksploitasi yang dilakukan.
Berkaca pada analisis di atas, kesimpulan yang dapat diperoleh adalah perlunya muncul kesadaran untuk menjaga kelestarian lingkungan dan sekaligus meningkatkan investasi dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga kualitas lingkungan tetap terjaga seiring dengan peningkatan produksi. Hal yang penting pula diperhatikan adalah perlunya menciptakan teknologi yang ramah terhadap lingkungan. Telah umum diketahui, aktivitas produksi pastinya akan memunculkan residu, yakni energi yang tidak terbuang dari proses produksi. Residu inilah yang menjadi polusi, yang tidak hanya mencemari lingkungan tapi juga berdampak pada menurunnya kualitas kesehatan manusia di sekitarnya.
Keberadaan teknologi yang ramah lingkungan seyogiaya dapat meminimalkan residu yang terjadi dari aktivitas produksi, serta mendesain agar residu tersebut tidak berbahaya bagi lingkungan dan masyarakat di sekitarnya. Nah, tentu saja investasi terhadap teknologi yang ramah lingkungan ini sangat diperlukan bila memang kita berniat untuk meningkatkan aktivitas produksi, sekaligus tetap menjaga kelestarian lingkungan.
Dalam konteks yang lebih makro, tentu saja Indonesia tidak perlu menunggu sampai menjadi negara maju, lalu baru peduli terhadap lingkungan. Pasalnya, bila memang perusahaan-perusahaan di Indonesia mampu mendesain teknologi produksi yang ramah lingkungan, tentu kerusakan lingkungan bisa diminimalkan. Begitupun, saat mulai melakukan suatu aktivitas produksi, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan penegakannya merupakan langkah awal untuk tetap menjaga kualitas lingkungan hidup.[]
terus menulis...gabung kompasiana biar lebih ramai...
BalasHapus