Seputar Indonesia, 20 April 2010
Telah umum diketahui, aparatur atau aparat negara merupakan pelayan rakyat. Gaji yang dibayarkan kepada aparat beserta fasilitas-fasilitas yang menyertainya didanai oleh uang rakyat melalui pajak. Karena itu, sebagai pelayan rakyat, sudah seharusnya sikap yang ditunjukkan oleh aparat pemerintah kepada rakyat, layaknya seorang pelayan terhadap tuannya. Bukan sebaliknya, dimana aparat seolah-oleh menjadi tuan, sementara rakyat dianggap sebagai pelayan yang kerap diperlakukan secara tidak adil.
Namun kerusuhan yang terjadi di Pelabuhan Tanjung Priok pada 14 April yang lalu menunjukkan suatu ironi, dimana rakyat diperlakukan secara tidak adil oleh aparat. Aparat, dalam hal ini adalah Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), memperlakukan warga pengajian di makam Mbah Priok dengan anarkis dan tak berprikemanusiaan. Yang disayangkan, reaksi warga terhadap perlakuan aparat cukup berlebihan, sehingga mengakibatkan tewasnya 3 orang Satpol PP. Kerugian ini bertambah dengan hilangnya sejumlah peralatan Satpol PP, seperti 24 unit truk, 43 unit mobil Panther, 14 unit mobil KIA, 2 unit mobil kijang, 1 unit motor, dan sejumlah peralatan lainnya. Tentu saja, kerugian tersebut pada akhirnya dibebankan lagi kepada rakyat melalui pungutan pajak.
Tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat tentu bukan ini kali ini saja. Kadang rakyat bereaksi keras terhadap tindakan aparat, kadang juga rakyat pasrah. Memang kecil kemungkinan muncul kerusuhan bila rakyat pasrah. Sementara bila rakyat melawan, biasanya akan berdampak negatif bagi ketertiban, bahkan tak jarang ada korban jiwa, sebagaimana kerusuhan di Koja kemarin. Berkaca pada hal tersebut, tentu aparat harus bersikap bijaksana bila menghadapi kondisi tersebut, baik saat rakyat pasrah maupun melawan.
Saat rakyat pasrah, barangkali rakyat memang bersalah atau melanggar aturan, sehingga tidak akan melawan bila ditertibkan. Akan tetapi, bisa pula rakyat tidak melawan karena mereka lemah, meski berada di pihak yang benar. Posisi rakyat demikian kerap dimanfaatkan oleh aparat dengan berbuat tidak adil demi keuntungan pemerintah atau pihak-pihak tertentu. Dalam hal ini, yang perlu diperhatikan adalah perlunya kepedulian aparat terhadap warga yang lemah tersebut, dengan memberikan hak-hak yang patut dimilikinya. Adapun mengenai rakyat yang memang melanggar aturan, tentu tetap harus mendapatkan perlindungan dari negara.
Sementara itu, saat rakyat melawan aparat, berarti rakyat merasa benar dan mereka memang memiliki kekuatan untuk melawan. Bila aparat bertindak keras, reaksi yang muncul dari rakyat bisa jadi lebih keras lagi. Dalam hal ini, aparat tidak bisa mengedepankan kekuatan fisik atau kekerasan, tapi lebih pada dialog untuk mencapai kesepakatan. Tak bisa dimungkiri, penyelesaian persoalan harus mengedepankan kompromi, sebab setiap pihak merasa benar. Kesepakatan yang dicapai dengan dialog tentu saja harus bisa diterima oleh kedua belah pihak. Yang terpenting pula, perlunya setiap pihak patuh pada kesepakatan tersebut.
Hal ini hanya bisa dilaksanakan bila aparat pemerintah memegang prinsip bahwa rakyat adalah pihak yang harus mereka layani. Pelayanan terbaik kepada rakyat menandakan bahwa aparat mengerti tugas dan tanggung jawabnya sebagai pelayan yang insentif dari pelaksanaan tugas tersebut didanai oleh uang rakyat itu sendiri. []
Telah umum diketahui, aparatur atau aparat negara merupakan pelayan rakyat. Gaji yang dibayarkan kepada aparat beserta fasilitas-fasilitas yang menyertainya didanai oleh uang rakyat melalui pajak. Karena itu, sebagai pelayan rakyat, sudah seharusnya sikap yang ditunjukkan oleh aparat pemerintah kepada rakyat, layaknya seorang pelayan terhadap tuannya. Bukan sebaliknya, dimana aparat seolah-oleh menjadi tuan, sementara rakyat dianggap sebagai pelayan yang kerap diperlakukan secara tidak adil.
Namun kerusuhan yang terjadi di Pelabuhan Tanjung Priok pada 14 April yang lalu menunjukkan suatu ironi, dimana rakyat diperlakukan secara tidak adil oleh aparat. Aparat, dalam hal ini adalah Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), memperlakukan warga pengajian di makam Mbah Priok dengan anarkis dan tak berprikemanusiaan. Yang disayangkan, reaksi warga terhadap perlakuan aparat cukup berlebihan, sehingga mengakibatkan tewasnya 3 orang Satpol PP. Kerugian ini bertambah dengan hilangnya sejumlah peralatan Satpol PP, seperti 24 unit truk, 43 unit mobil Panther, 14 unit mobil KIA, 2 unit mobil kijang, 1 unit motor, dan sejumlah peralatan lainnya. Tentu saja, kerugian tersebut pada akhirnya dibebankan lagi kepada rakyat melalui pungutan pajak.
Tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat tentu bukan ini kali ini saja. Kadang rakyat bereaksi keras terhadap tindakan aparat, kadang juga rakyat pasrah. Memang kecil kemungkinan muncul kerusuhan bila rakyat pasrah. Sementara bila rakyat melawan, biasanya akan berdampak negatif bagi ketertiban, bahkan tak jarang ada korban jiwa, sebagaimana kerusuhan di Koja kemarin. Berkaca pada hal tersebut, tentu aparat harus bersikap bijaksana bila menghadapi kondisi tersebut, baik saat rakyat pasrah maupun melawan.
Saat rakyat pasrah, barangkali rakyat memang bersalah atau melanggar aturan, sehingga tidak akan melawan bila ditertibkan. Akan tetapi, bisa pula rakyat tidak melawan karena mereka lemah, meski berada di pihak yang benar. Posisi rakyat demikian kerap dimanfaatkan oleh aparat dengan berbuat tidak adil demi keuntungan pemerintah atau pihak-pihak tertentu. Dalam hal ini, yang perlu diperhatikan adalah perlunya kepedulian aparat terhadap warga yang lemah tersebut, dengan memberikan hak-hak yang patut dimilikinya. Adapun mengenai rakyat yang memang melanggar aturan, tentu tetap harus mendapatkan perlindungan dari negara.
Sementara itu, saat rakyat melawan aparat, berarti rakyat merasa benar dan mereka memang memiliki kekuatan untuk melawan. Bila aparat bertindak keras, reaksi yang muncul dari rakyat bisa jadi lebih keras lagi. Dalam hal ini, aparat tidak bisa mengedepankan kekuatan fisik atau kekerasan, tapi lebih pada dialog untuk mencapai kesepakatan. Tak bisa dimungkiri, penyelesaian persoalan harus mengedepankan kompromi, sebab setiap pihak merasa benar. Kesepakatan yang dicapai dengan dialog tentu saja harus bisa diterima oleh kedua belah pihak. Yang terpenting pula, perlunya setiap pihak patuh pada kesepakatan tersebut.
Hal ini hanya bisa dilaksanakan bila aparat pemerintah memegang prinsip bahwa rakyat adalah pihak yang harus mereka layani. Pelayanan terbaik kepada rakyat menandakan bahwa aparat mengerti tugas dan tanggung jawabnya sebagai pelayan yang insentif dari pelaksanaan tugas tersebut didanai oleh uang rakyat itu sendiri. []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar