18 Agustus, 2009

Kinerja Dewan Mengecewakan

Dimuat di Harian Jogja, Selasa, 18 Agustus 2009

Elite politik yang duduk di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan DPRD tampaknya makin tidak peduli dengan rakyat. Wajar saja bila pernyataan demikian muncul, sebab siapapun pastinya kecewa melihat kinerja dewan yang masih jauh dari harapan, terutama pada periode 2004-2009 ini. Akibatnya, pelayanan anggota dewan pada rakyat juga belum optimal.

Pada 31 Agusutus nanti, anggota DPR/DPRPD periode 2004-2009 akan mengakhiri masa tugasnya. Selama 5 tahun, mereka menjalankan amanah dari rakyat. Tapi, sudahkah mereka menjalankan tugasnya dengan optimal? Sudahkah mereka merealisasikan janji-janji kampanyenya? Penulis tidak berpretensi menjawab pertanyaan tersebut. Akan tetapi, penulis menganggap bahwa harapan rakyat kepada anggota dewan tampaknya belum tercapai.

Kita tahu, salah satu tugas elite politik yang duduk di parlemen, baik di tingkat pusat sampai daerah tingkat dua adalah menyusun dan menetapkan UU (tingkat pusat) atau perda (tingkat daerah). Adapun fungsi dari aturan tersebut adalah mengatur kehidupan masyarakat, baik aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, dan lain-lain. Tentunya, sebagai manusia yang hidup berkelompok, keberadaan aturan main (peraturan formal) sangat dibutuhkan. Karena itu, rakyat menyerahkan kepada wakil-wakilnya di parlemen (termasuk juga eksekutif) untuk menyusun dan menetapkan peraturan formal tersebut. Rakyat memberikan amanah tersebut selama 5 tahun dengan harapan agar kedamaian dan kesejahteraan rakyat dapat tercapai.

Dalam implementasinya, tidaklah mudah menjalankan amanah ini. Peraturan Daerah (perda) yang dibuat anggota DPRD kerap kali tumpang tindih dengan aturan pemerintah pusat, sehingga pelaksanaannya kurang efektif. Selain itu, jumlah peraturan daerah yang berhasil dibuat lebih kecil dibanding yang diharapkan. Lebih parah lagi, sering kali muncul aturan yang tidak berpihak pada rakyat. Masalah-masalah ini menimbulkan dampak negatif pada rakyat, di samping karena rakyat makin acuh tak acuh terhadap anggota dewan, juga karena rakyat tidak mendapatkan aturan formal yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas hidup mereka.

Sebetulnya, kinerja yang buruk bukan hanya terjadi di tingkat daerah, tapi juga di tingkat pusat. Data menunjukkan, dari target RUU sebanyak 282 yang akan dibahas pada periode ini, ternyata hanya bisa dicapai sebanyak 197 per 20 Juni 2009. Lebih miris lagi, sebagian besar RUU yang berhasil disahkan menjadi UU, ternyata terkait dengan otonomi daerah. Sementara UU yang berkenaan dengan penciptaan pemerintahan yang baik ataupun pemberantasan korupsi, menempati urutan paling bawah. Masalah yang menimpa anggota dewan ternyata lebih buruk lagi bila kita menilai perilaku korupsi yang masih saja merajalela selama periode 2004-2009 ini. Nah, kondisi anggota dewan inilah yang berpotensi menjadikan rakyat makin apatis dalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara. Jadi, kita tidak perlu heran bila makin meningkat angka golongan putih setiap kali pemilu dilaksanakan.

Apapun yang terjadi di masa lalu, tentu tidak bisa dikembalikan lagi saat ini. Pada dasarnya, rakyat ingin agar anggota dewan bertanggung jawab atas kinerjanya yang buruk. Sayangnya, tidak ada mekanisme formal untuk hal tersebut, kecuali melalui pemilihan umum yang berlangsung 5 tahun sekali. Baru saja, rakyat sudah menentukan pilihannya. Semoga saja momentum tersebut dijadikan rakyat sebagai penghakiman terhadap elite politik yang selama ini berkinerja buruk. Kini, harapan ada pada anggota dewan baru agar menghasilkan kinerja optimal. Karena itu, ke depan, segenap rakyat, LSM dan mahasiswa harus mengawasi kinerja anggota dewan. Adanya kontrak politik sebetulnya dapat menjadi pengikat demi terbangunnya mekanisme kontrol dari rakyat kepada anggota dewan. Hanya saja, tidak banyak anggota dewan yang sudah dilantik berani menandatangi kontrak politik. Alasannya, kontrak yang serupa dengan itu sudah dilakukan saat pelantikan. Namun penulis menganggap tidak masalah bila anggota dewan menandatangi kontrak politik, yang sebagian isinya membahas tentang komitmen untuk melaksanakan semua janji-janji kampanye, serta bersedia mundur bila tidak mampu memenuhi janji-janji tersebut. Kini, rakyat membutuhkan anggota dewan yang berkarakter demikian. []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar