14 April, 2009

Meredakan Potensi Konflik

Seputar Indonesia, Senin 13 April 2009

Pemungutan suara baru saja berlangsung. Meski Komisi Pemilihan Umum (KPU) baru mengumumkan hasil pemilu legislatif beberapa minggu ke depan, partai-partai pemenang sudah dapat ditebak berkat bantuan perhitungan cepat yang dilakukan sejumlah lembaga survei. Hasilnya, partai Demokrat menduduki posisi pertama dengan perolehan suara sekitar 20 persen, di susul PDIP dan Golkar yang masing-masing memperoleh sekitar 15 persen suara untuk tingkat DPR RI. Meski belum final, perhitungan cepat versi lembaga survei ini diperkuat dengan perhitungan sementara KPU atau tabulasi nasional yang hampir sama dengan hasil lembaga survei.

Tentu saja, pemilihan umum senantiasa menghasilkan pihak yang menang dan pihak yang kalah. Tak heran bila kerap kali muncul ketidakpuasan dari pihak-pihak yang kalah, bila terindikasi terjadi kecurangan. Pihak yang kalah mengklaim, kekalahannya disebabkan kecurangan-kecurangan yang terjadi selama proses pemilihan berlangsung. Karena itu, dalam pemilu yang terdapat banyak kecurangan, akan berpeluang besar memunculkan konflik horizontal.

Memang kita patut bersyukur karena proses pemungutan suara berlangsung tertib dan aman, meski di beberapa daerah masih terdapat masalah serius. Pada pemilu kali ini, kita mengalami masalah yang berpotensi memunculkan konflik horizontal, terutama terkait carut-marutnya pendataan pemilih tetap. Tampaknya, masalah DPT (Daftar Pemilih Tetap) merupakan masalah paling serius dalam pemilu legislatif ini. Ada banyak warga yang berhak memilih, tapi terpaksa mengubur hak pilihnya karena tidak terdaftar sebagai pemilih tetap. Akibatnya, banyak kalangan menyimpulkan bahwa tingkat partisipasi rakyat sangatlah rendah. Diperkirakan angka golongan putih mencapai 40 persen dari total jumlah pemilih. Namun sangat disayangkan karena banyak dari golongan putih ini bukan karena kehendak pribadi, melainkan kesalahan penyelenggara pemilu yang tidak mencantumkan orang yang pantas memilih sebagai pemilih. Partai atau calon legislatif yang menganggap pendukungnya tidak mendapat hak suara, akan melayangkan protes keras pada KPU, bahkan mungkin pihak yang dirugikan berpeluang tidak mau menerima hasil pemungutan suara ini.

Namun tentunya konflik horizontal tidak inginkan terjadi, apalagi dalam skala masif. Karena itu, perlu kiranya peran serta banyak pihak yang terkait dengan pelaksanaan pemilu untuk bersama-sama meredakan potensi konflik ini. Pertama, para petinggi partai politik yang merasa dirugikan seyogianya bersikap tenang dalam menghadapi indikasi kecurangan dalam pemilu. Sikap tenang petinggi partai politik, akan mampu meredakan munculnya konflik di tingkat akar rumput. Adapun cara penyelesaian masalah tersebut, para petinggi parpol seyogianya mengedepankan penyelesaian berdasarkan prosedur yang sudah ditetapkan UU. Kedua, pihak keamanan juga mesti siap siaga dalam meredakan potensi konflik yang bisa dimunculkan oleh pihak-pihak yang merasa dirugikan di tingkat massa partai. Ketiga, KPU mesti mengambil langkah cepat dan tepat dalam mengantisipasi berbagai potensi kecurangan yang terjadi selama proses perhitungan suara. Selain itu, KPU juga mesti menjelaskan kepada publik berbagai kekurangan-kekurangan dalam pelaksanaan pemilu legislatif kemarin. Dan yang terpenting adalah, kekurangan dalam pemilu kali ini jangan sampai terjadi lagi pada pemilu presiden dan wakil presiden mendatang, terutama terkait dengan DPT dan logistik pemilu. Tentunya, harapan kita, pemilu mendatang bisa lebih baik dibanding saat ini, sehingga potensi konflik pasca pemilu, bisa diredakan seminimal mungkin. [

2 komentar:

  1. Kalau kita melihat bagaimana proses pemungutan pemilu kemarin yg baru saja di adakan, ternyata masih banyak masyarakat yang tidak berpartisipasi dlm pemilhan tersebut. Sekitar 40% dari penduduk indonesia yang tidak menggunakan hak pilihnya. Mengapa terjadi semacam ini? katanya negara kita ini adalah negara yang paling demokratis sehingga setiap orang berhak menyampaikan pendapatnya. Bahkan partaipun tergolong banyaknya sehingga masyarakatlah yang menjadi kebingungan untuk memilih mana partai yang plg bagus buat Indonesia 5 tahun ke depan, yang menjadikan negara ini ke arah yang lebih baik. Pada pemilu legislatif visi dan misi caleg pun tidak jelas, sebagian besar penduduk Indonesia tidak tau akan visi-misi Caleg. Sungguh menjadi sebuah ironi. Lalu bagaimana dengan potensi konflik yang terjadi? sebelumnya di prediksi bahwa potensi konflik pada pemilu kali ini lebih tinggi dibanding pemilu sebelumnya. Yg mana kuat dugaan konflik akan terjadi pada saat kampanye rapat umum atau kampanye terbuka. Itu bisa terjadi karena tak ada batasan bagi setiap caleg yang ingin melakukan sosialisasi dengan mengumpulkan massa pada jadwal kampanye terbatas mereka. Tapi, cenderung hampir tidak ada konflik antar satu partai dengan partai yang lain, mungkin hal itu di dukung oleh semua pihak yang terkait dan masyarakat sehingga pemilu berjalan dengan kondusif. Malah realitanya sekarang para partai menghimpun koalisi, untuk membahas masalah adanya kecurangan-kecurangan yang terjadi pada pemilu legislative kemarin...
    (Roky)

    BalasHapus
  2. bung roky: terima kasih atas komentarmu. anda benar, bahwa partai yang makin banyak, seperti pemilu legislatif kemarin ternyata malah membuat masyarakat bingung. lagi pula, setelah kita lihat perolehan suaranya, ternyata juga berpeluang besar tidak masuk dalam Parlementary treshold. jadi sebagian besar masyarakat sudah cerdas dalam memilih partai.

    BalasHapus