Seputar Indonesia 12 April 2008
Baru-baru ini, Bank Pembangunan Asia (ADB) merilis data prediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2008. Berdasarkan perhitungan ADB, pertumbuhan ekonomi hanya mencapai 6%, lebih rendah ketimbang yang diprediksi pemerintah yakni 6,4% dalam APBN-P. Menurut ADB, secara rata-rata negara Asia akan tumbuh 7,6 persen di 2008 dan 7,8 persen di 2009.
Gejolak ekonomi dunia dan tingginya harga pangan menjadi alasan diprediksikannya pertumbuhan hanya 6%. Gejolak ini terutama disebabkan oleh tingginya harga minyak dunia dan dampak krisis kredit perumahan yang berimbas pada ancaman resesi ekonomi AS. Beberapa pengamat bahkan menyimpulkan bahwa ekonomi AS sebetulnya sudah mengalami resesi. Salah satu indikatornya adalah tingkat pengangguran yang makin tinggi. Terbukti, dalam tiga bulan terakhir, tingkat pengangguran naik dari 4,9% menjadi 5,1% atau secara kumulatif telah terjadi pengurangan tenaga kerja sebanyak 232.000 orang. Bahkan pada Maret 2008, jumlah pekerja menganggur sebanyak 80.000 orang, yang merupakan angka tertinggi dalam 5 tahun terakhir. Resesi ekonomi AS tentu berpeluang besar memunculkan resesi ekonomi global. Berdasarkan perhitungan Dana Moneter Internasional (IMF), kemungkinan resesi ekonomi global naik dari 10% menjadi 25%.
Gejolak ekonomi yang berimplikasi pada perlambatan ekonomi dunia berpengaruh pada ekonomi Indonesia melalui banyak jalur, terutama jalur perdagangan. Volume perdagangan dunia yang tumbuh hanya 7% pada 2007 atau lebih rendah ketimbang capaian 2006 sebesar 9,2%, mengakibatkan melemahnya permintaan terhadap produk ekspor Indonesia. Akibatnya, pertumbuhan ekspor Indonesia pun ikut melambat, yaitu pada Januari-November 2007 hanya tumbuh 16 % , sedangkan pada tahun sebelumnya tumbuh 19,7%.
Tentu saja, perlambatan ekspor sebagai salah satu komponen perhitungan PDB akan berpengaruh pada tingkat pertumbuhan ekonomi. Namun, perlambatan ini belum terlalu berbahaya pada perekonomian bila tingkat penurunan ekspor masih kecil. Di sisi lain, tingkat konsumsi masyarakat dalam beberapa komoditas tertentu meningkat. Penjualan mobil tumbuh 61% dalam tiga bulan terakhir, demikian pula sepeda motor dan komoditas lainnya.
Dalam kondisi perlambatan ekonomi dunia, permintaan domestik akan memainkan peranan yang besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Tak dimungkiri bahwa konsumsi merupakan komponen yang menyumbang porsi terbesar dalam pertumbuhan ekonomi. Sekitar 60% PDB disumbangkan oleh konsumsi, sementara pendapatan ekspor, pengeluaran pemerintah, dan investasi masing-masing tidak lebih dari 20% pada PDB. Karena itu, patut bila kita optimis bahwa pertumbuhan ekonomi masih menemukan momentumnya pada 2008 ini.
Namun, perlu diperhatikan daya beli masyarakat melalui pengendalian inflasi. Sebab, tingkat inflasi berbanding terbalik dengan pendapatan riil, artinya bila inflasi makin tinggi maka pendapatan riil makin berkurang. Karena itu, tingkat inflasi masih menjadi ancaman bagi tiap perekonomian di dunia, khususnya Indonesia. Di APBN-P 2008, pemerintah merevisi inflasi dari 6% menjadi 6,5%. Tingginya inflasi terutama disebabkan tingginya harga pangan dunia, karena permintaan melebihi penawaran.
Karena itu, untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi, maka pemerintah bersama Bank Indonesia berkewajiban mengendalikan inflasi. Tentu saja, solusi yang diterapkan harus sesuai dengan akar penyebab inflasi, yakni kelangkaan. Selain itu, BI perlu menjaga stabilitas keuangan dengan mengendalikan jumlah uang bereda salah satunya lewat instrumen suku bunga.
11 April, 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Artikel di blog ini sangat menarik & bagus. Untuk lebih mempopulerkan artikel (berita/video/ foto) ini, Anda bisa mempromosikan di infoGue.com yang akan berguna bagi semua pembaca di tanah air. Tersedia plugin / widget kirim artikel & vote yang ter-integrasi dengan instalasi mudah & singkat. Salam Blogger!
BalasHapushttp://www.infogue.com/
http://www.infogue.com/bisnis_keuangan/menjaga_momentum_pertumbuhan/