Seputar Indonesia, 3 Maret 2008
Laporan daya saing global versi World Economic Forum 2007-2008 menempatkan Indonesia berada pada peringkat 91 dari 131 negara di dunia. Hasil pemeringkatan ini mencerminkan betapa masih tertinggalnya infrastruktur kita dibanding negara lain. Ketertinggalan ini nampaknya menimbulkan pertanyaan akan kemampuan Indonesia bersaing di kancah internasional khususnya bidang ekonomi, bila pembangunan infrastruktur masih mengecewakan seperti sekarang.
Di lapangan, kondisi infrastruktur Indonesia memang sangat mengkhawatirkan. Infrastruktur seperti listrik, transportasi, pertanian dan lain-lain, memperlihatkan kualitas buruk. Contoh, terjadinya krisis listrik akhir-akhir ini, belum lagi dengan kondisi transportasi khususnya di kota-kota besar yang sudah akrab dengan kemacetan. Akibatnya menimbulkan biaya cukup besar bagi seluruh elemen masyarakat, khususnya pelaku ekonomi.
Adapun proyek-proyek pemerintah untuk membangun infrastruktur, kebanyakan kandas di tengah jalan, sehingga belum bisa dinikmati masyarakat. Dalam ranah perencanaan, sejumlah proyek dinilai sangat baik, hanya saja, realisasi di lapangan kerapkali tidak sesuai perencanaan. Bahkan, tidak sedikit proyek berhenti, meski hanya sampai tahap perencanaan. Hal seperti ini menimbulkan dampak negatif besar pada pembangunan ekonomi, sebab bila infrastruktur tidak tumbuh dan lebih berkualitas, serta tidak mampu memenuhi kebutuhan masyarakat, maka terjadi reduksi aktivitas khususnya bidang ekonomi.
Karena itu, disadari bahwa pembangunan ekonomi salah satunya didukung oleh ketersediaan infrastruktur yang cukup. Infrastruktur dimaksudkan sebagai alat yang dimanfaatkan pelaku ekonomi dalam menjalankan usaha, seperti dalam produksi dan distribusi. Infrastruktur jalanan misalnya, bila tidak mengalami perbaikan, maka secara langsung akan menurunkan aktivitas ekonomi. Distribusi terhambat, biaya meningkat, inefisiensi waktu bertambah, dan lain-lain. Fenomena ini kerap terjadi di negara berkembang, sehingga menimbulkan efek negatif ganda pada perekonomian. Berbeda di negara maju, infrastruktur seperti jalanan biasanya tidak menjadi masalah sebab pembangunannya benar-benar diprioritaskan, sehingga mendorong kemajuan ekonomi.
Karena itu, bangsa yang ingin maju dalam bidang ekonomi harus menjadikan infrastukrtur sebagai pendukung bergerak dan bertumbuhnya aktivitas ekonomi. Infrastruktur mesti dibangun dan dibenahi agar aktivitas ekonomi bisa berjalan lancar, sehingga pertumbuhan ekonomi meningkat. Pun, nantinya berimbas pada pengentasan kemiskinan dan pengangguran. Di kancah internasional, dengan dukungan infrastruktur berkualitas, produsen dalam negeri bisa menghasilkan produk yang relatif lebih murah dan pasokan selalu terjaga. Misalnya, ketersediaan listrik akan mendorong produsen tetap berproduksi, serta kondisi transportasi yang berkualitas akan menurunkan biaya. Kondisi ini mendorong produsen dalam negeri tetap mampu bersaing di kancah perdagangan internasional.
28 Februari, 2008
19 Februari, 2008
Menuju Kursi Gubernur BI
Suara Mahasiswa SINDO, Selasa 19 Februari 2008
Penyerahan daftar nama calon Gubernur Bank Indonesia (BI) dari presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke DPR menuai polemik. Timbulnya polemik disebabkan kualifikasi calon gubernur yang ditawarkan presiden tidak sesuai ekspektasi publik. Persaingan pun rasanya tidak fair sebab, meski menawarkan dua calon, jauh di awal sudah terkesan pemerintah menjagokan salah satu di antaranya.
Munculnya dua nama memang tidak pernah dibayangkan publik. Nama Agus Martowardoyo dan Raden Pardede jarang atau bahkan tidak pernah disebut-sebut akan menggantikan posisi Burhanuddin Abdullah sebagai Gubernur BI. Padahal, nama-nama yang kuat dan diperkirakan muncul seperti Miranda S Goeltom, Sri Mulyani, Aulia Pohan, Muliaman D Hadad, Anwar Nasution tidak termasuk dalam daftar. Dua calon gubernur memang memiliki kompetensi dalam bidang yang digeluti dan kedua kompetensi tersebut dibutuhkan dalam memimpin bank sentral. Agus Martowardoyo saat ini menjabat Direktur Utama Bank Mandiri dan sebelumnya pernah menjabat posisi penting di beberapa bank. Karena itu, kemampuan Agus dalam bidang perbankan tidak diragukan lagi. Sementara itu, Raden Pardede ahli dalam bidang moneter yang mengambil spesialisasi moneter dalam pendidikan doktoral di perguruan tinggi ternama di Amerika Serikat.
Namun, kompentensi kedua calon di atas nampaknya menyisakan pertanyaan. Mengapa pemerintah mengajukan dua nama saja dengan kompetensi berbeda? Padahal, bila diajukan lebih dari dua nama, akan ada alternatif pilihan bila dua calon tidak memenuhi kualifikasi. Lebih unik lagi, jauh di awal pemerintah menyuarakan isu bahwa ke depan BI harus lebih perhatian pada bidang perbankan. Sehingga terkesan bahwa gubernur yang terpilih haruslah yang ahli dalam bidang perbankan.
Pemilihan gubernur BI yang ahli bidang perbankan masih polemik. Benarkah Indonesia membutuhkan gubernur yang ahli moneter ataukah perbankan? Permasalahan moneter lebih luas ketimbang perbankan. Sementara itu, BI bertugas mengurusi ekonomi makro khususnya moneter yang luas cakupannya atau lebih daripada masalah perbankan semata. Luasnya cakupan tugas BI tersimpul dalam satu tugas pokok yakni mencapai dan menjaga stabilitas rupiah. Hal ini pula yang menjadi misi BI yakni kestabilan nilai rupiah yang dilakukan melalui pemeliharaan kestabilan moneter dan pengembangan stabilitas sistem keuangan untuk pembangunan nasional jangka panjang yang berkesinambungan
Dengan melihat kenyataan tersebut, DPR harus berani menolak bila ternyata kedua calon tidak sesuai kualifikasi. Keberanian ini harus ditunjukkan DPR agar gubernur terpilih benar-benar berkualifikasi tinggi sehingga mampu memecahkan permasalahan internal dan terpenting masalah perekonomian Indonesia yang sedang dilanda kelesuan karena gejolak ekonomi eksternal. Selain itu, gubernur terpilih haruslah orang kredibel, berkompeten di bidang moneter, dan sebelumnya tidak tersangkut kasus hukum. Harapannya, Gubernur yang baru mampu membawa BI mendekati visi yakni menjadi lembaga bank sentral yang kredibel secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil.
Penyerahan daftar nama calon Gubernur Bank Indonesia (BI) dari presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke DPR menuai polemik. Timbulnya polemik disebabkan kualifikasi calon gubernur yang ditawarkan presiden tidak sesuai ekspektasi publik. Persaingan pun rasanya tidak fair sebab, meski menawarkan dua calon, jauh di awal sudah terkesan pemerintah menjagokan salah satu di antaranya.
Munculnya dua nama memang tidak pernah dibayangkan publik. Nama Agus Martowardoyo dan Raden Pardede jarang atau bahkan tidak pernah disebut-sebut akan menggantikan posisi Burhanuddin Abdullah sebagai Gubernur BI. Padahal, nama-nama yang kuat dan diperkirakan muncul seperti Miranda S Goeltom, Sri Mulyani, Aulia Pohan, Muliaman D Hadad, Anwar Nasution tidak termasuk dalam daftar. Dua calon gubernur memang memiliki kompetensi dalam bidang yang digeluti dan kedua kompetensi tersebut dibutuhkan dalam memimpin bank sentral. Agus Martowardoyo saat ini menjabat Direktur Utama Bank Mandiri dan sebelumnya pernah menjabat posisi penting di beberapa bank. Karena itu, kemampuan Agus dalam bidang perbankan tidak diragukan lagi. Sementara itu, Raden Pardede ahli dalam bidang moneter yang mengambil spesialisasi moneter dalam pendidikan doktoral di perguruan tinggi ternama di Amerika Serikat.
Namun, kompentensi kedua calon di atas nampaknya menyisakan pertanyaan. Mengapa pemerintah mengajukan dua nama saja dengan kompetensi berbeda? Padahal, bila diajukan lebih dari dua nama, akan ada alternatif pilihan bila dua calon tidak memenuhi kualifikasi. Lebih unik lagi, jauh di awal pemerintah menyuarakan isu bahwa ke depan BI harus lebih perhatian pada bidang perbankan. Sehingga terkesan bahwa gubernur yang terpilih haruslah yang ahli dalam bidang perbankan.
Pemilihan gubernur BI yang ahli bidang perbankan masih polemik. Benarkah Indonesia membutuhkan gubernur yang ahli moneter ataukah perbankan? Permasalahan moneter lebih luas ketimbang perbankan. Sementara itu, BI bertugas mengurusi ekonomi makro khususnya moneter yang luas cakupannya atau lebih daripada masalah perbankan semata. Luasnya cakupan tugas BI tersimpul dalam satu tugas pokok yakni mencapai dan menjaga stabilitas rupiah. Hal ini pula yang menjadi misi BI yakni kestabilan nilai rupiah yang dilakukan melalui pemeliharaan kestabilan moneter dan pengembangan stabilitas sistem keuangan untuk pembangunan nasional jangka panjang yang berkesinambungan
Dengan melihat kenyataan tersebut, DPR harus berani menolak bila ternyata kedua calon tidak sesuai kualifikasi. Keberanian ini harus ditunjukkan DPR agar gubernur terpilih benar-benar berkualifikasi tinggi sehingga mampu memecahkan permasalahan internal dan terpenting masalah perekonomian Indonesia yang sedang dilanda kelesuan karena gejolak ekonomi eksternal. Selain itu, gubernur terpilih haruslah orang kredibel, berkompeten di bidang moneter, dan sebelumnya tidak tersangkut kasus hukum. Harapannya, Gubernur yang baru mampu membawa BI mendekati visi yakni menjadi lembaga bank sentral yang kredibel secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil.
Labels:
Tulisanku di Media
Langganan:
Postingan (Atom)