04 Desember, 2007

Ironi BUMN dan Kemakmuran Rakyat

Seputar Indonesia, 21 November 2007
Belum lama ini, enam pesawat Garuda Indonesia (GI) disegel oleh pihak Bea dan Cukai di Bandara Soekarno-Hatta. Penjatuhan sanksi disebabkan oleh kelalaian manajemen GI mengurus administrasi pesawat impor tersebut. Sanksi berupa penyegelan dan denda Rp 150 juta ini, merupakan peringatan keras bagi direksi GI dan seluruh jajarannya untuk lebih disiplin dan profesional.
Tuntutan untuk senantiasa memperbaiki diri tidak hanya dalam hal jasa penerbangan tapi juga manajemen yang disiplin dan profesional merupakan kewajiban bagi GI, mengingat posisinya yang strategis dalam penerbangan tanah air. GI merupakan satu-satunya perusahaan penerbangan di tanah air berbentuk BUMN (Badan Usaha Milik Negara). Sebagai perusahaan milik negara, merupakan kekecewaan mendalam apabila GI dan BUMN lain menampilkan kelalaian dan kinerja negatif. Pasalnya, perusahaan tersebut membawa nama dan menggunakan fasilitas negara, sehingga keberhasilan dan kegagalan berimplikasi pada negara dan rakyat Indonesia.
Tuntutan untuk memperbaiki diri merupakan keharusan bagi BUMN. Apalagi dalam kondisi semakin ketatnya persaingan usaha yang menuntut efisiensi kerja. BUMN yang menguasai usaha-usaha strategis sebagaimana diamanahkan pasal 33 UUD memiliki wewenang dan kewajiban. Kewajiban BUMN adalah mengelola usaha strategis tersebut untuk meningkatkan kemakmuran rakyat. Sedangkan, memonopoli usaha-usaha yang memang sepatutnya dikuasai merupakan wewenang BUMN. Sebagaimana bunyi pasal 33 ayat 2, cabang-cabang produksi yang penting bagi negara yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Penjelasan mengenai hal-hal apa saja yang mesti dikuasai negara terdapat pada pasal 33 ayat 3, berbunyi bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya di kuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Terdapat dua poin penting pasal 33 ayat 2 dan 3 di atas, yakni penguasaan kekayaan oleh negara dan tujuan pengelolaan untuk kemakmuran rakyat. Sebagai implementasi poin pertama, negara tidak sekedar melaksanakan pengelolaan, tapi juga menguasai seluruh kekayaan tersebut dengan membentuk BUMN. Hal ini semata-mata untuk menjamin ketersediaan dan keterjangkauan barang-barang yang menguasai hajat hidup rakyat, seperti air, listrik, dan lainnya. Sebab, jika barang tersebut tidak cukup tersedia dan harga di luar jangkauan rakyat, maka akan mengurangi kemakmuran serta mengakibatkan keresahan sosial. Di sini, peran BUMN sangat signifikan sebab tidak hanya menjamin ketersediaan dan keterjangkauan barang-barang tersebut, tapi juga dituntut untuk menghasilkan keuntungan dari sumber daya yang dikelola. Tingkat keuntungan BUMN merupakan salah satu indikator keberhasilan yang nantinya berimplikasi pada penerimaan negara. Oleh karena itu, BUMN dituntut untuk bekerja secara efisien dalam mengelola sumber daya agar labanya meningkat tanpa mengabaikan pelayanan kepada rakyat. Ironisnya, saat ini kebanyakan BUMN belum menunjukkan kinerja positif. Beberapa BUMN masih mengalami kerugian, sebut saja PT Pertamina yang selama ini masih rugi, belum lagi dengan buruknya pelayanan kepada masyarakat.
Kelalaian seperti dilakukan manajemen GI yang notabene BUMN memang seharusnya tidak terjadi lagi. Ini menjadi pelajaran bagi GI dan BUMN lain untuk memperbaiki kualitas diri termasuk meningkatkan disiplin dan keprofesionalan dalam manajemen. Selain itu, efisiensi BUMN juga mendesak dan penting, agar bisa menghasilkan keuntungan bagi negara, serta berimplikasi pada meningkatnya kualitas pelayanan serta menjadi pendorong kemakmuran rakyat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar