17 Desember, 2009

Mengoptimalkan Pengelolaan Objek Wisata

Harian Jogja, 15 Desember 2009

Suatu keunggulan tersendiri bila terdapat objek wisata di suatu daerah. Pasalnya, keberadaan objek wisata tersebut dapat meningkatkan aktivitas ekonomi masyarakat, serta meningkatkan penerimaan pemerintah melalui pajak dan retribusi. Tak heran bila pemerintah, baik skala nasional maupun lokal, berlomba-lomba memperkenalkan objek wisata kepada para wisatawan, baik asing maupun domestik. Sebab, makin banyak kunjungan wisatawan ke wilayah tersebut, maka makin besar pula manfaat yang diperoleh.

Yogyakarta merupakan salah satu daerah yang memiliki keunggulan pariwisata. Daerah ini menawarkan berbagai macam objek wisata, seperti budaya, belanja, kuliner, dan lain-lain. Keanekaragaman objek wisata ini merupakan potensi untuk menarik para wisatawan agar mereka berkunjung ke daerah tersebut. Akan tetapi, potensi tersebut tidak mendatangkan manfaat yang optimal bila pemerintah tidak mengelola objek wisata dengan baik.

Pengeloaan ini diperlukan karena persaingan antar daerah dalam menarik wisatawan makin tinggi. Saat ini, wisatawan memiliki pilihan objek wisata yang makin banyak. Tentu saja, mereka akan mengunjungi daerah yang menawarkan jasa terbaik pada objek tertentu. Dulu, Yogyakarta dikenal paling unggul dalam objek wisata kebudayaan. Namun daerah-daerah lain juga mengembangkan wisata budaya untuk menarik para wisatawan. Karena itu, pemerintah perlu melakukan reformasi pengelolaan objek wisata agar jumlah wisatawan bisa meningkat dari tahun ke tahun.

Tahun 2010, pemerintah Kota Jogja menargetkan 2 juta wisatawan yang berkunjung ke objek-objek wisata yang terdapat di kota pelajar ini. Sebagaimana diketahui, objek wisata yang terkenal di Kota Jogja adalah Malioboro, Taman Sari, Keraton, dan Kebun Binatang Gembira Loka, dan Taman Pintar. Apakah target ini dapat tercapai? Bila mengamati kinerja pemerintah dalam mengelola objek wisata, muncul rasa pesimis akan tercapainya target ini. Satu contoh adalah pengelolaan kawasan Malioboro. Saat ini, Malioboro makin tidak bersahabat dengan para wisatawan, sebab estetika atau keindahannya makin berkurang.

Berkaca pada kondisi ini, pemerintah Kota Jogja harus melakukan reformasi pengelolaan objek wisata. Pertama, harus ada kesesuaian gerak antar instansi pemerintah. Tanggung jawab untuk menarik perhatian para wisatawan, tentu tidak hanya dibebankan pada dinas pariwisata, tapi juga dinas-dinas terkait, seperti perhubungan, kebersihan, dan lain-lain. Adanya koordinasi antar instansi akan menciptakan pengelolaan wisata yang efektif dan efisien.

Kedua, pemerintah perlu berkolaborasi dengan pihak swasta dalam mengelola objek wisata. Kita tahu, kerap kali masalah kekurangan anggaran dijadikan alasan bagi pemerintah untuk tidak mengelola objek wisata tertentu secara optimal. Padahal, objek wisata tersebut berpotensi mendatangkan manfaat ekonomi bagi pemerintah bila dikelola dengan baik. Untuk menyiasati masalah ini, pemerintah bisa mengajak swasta untuk mengelola objek wisata. Tentu saja, pemerintah perlu menerapkan aturan main yang menguntungkan kedua belah pihak.

Bila langkah-langkah ini dilakukan, pemerintah dan masyarakat Jogja pada umumnya dapat menikmati manfaat dari adanya berbagai objek wisata di kota pelajar ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar