Dimuat di Seputar Indonesia, Kamis 2 April 2009
Bila musim kampanye tiba, rakyat dijejali dengan berbagai macam janji dari para politisi. Tapi tak jarang, janji-janji tersebut hanya taktik politisi untuk meraih dukungan rakyat. Sementara itu, masalah pemenuhan janji-janji dijadikan urusan belakangan. Padahal, antara mengucapkan janji dengan menepati janji merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Memang logis bila program atau janji-janji dibuat sebaik mungkin agar bisa membangun persepsi positif rakyat. Misalnya, partai politik membeberkan program-program seperti menciptakan tambahan lapangan kerja, menurunkan harga sembako (sembilan bahan pokok), menargetkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, menyelamatkan aset negara, menjadwalkan pembayaran utang, menumbuhkan sektor riil, meningkatkan daya beli masyarakat, membela hak petani dengan meningkatkan harga beli produk pertanian, dan lain-lain. Semua janji-janji di atas tentunya sangat relevan dengan kebutuhan rakyat, terlebih lagi bila berkaca pada keadaan bangsa Indonesia yang masih diselimuti berbagai masalah.
Tentu saja, harapan kita adalah para pemimpin atau wakil rakyat dapat memenuhi janji-janji ketika sudah terpilih. Namun melihat realitas politik saat ini, tampaknya sulit bagi para politisi memenuhi janji tersebut karena beberapa alasan. Pertama, perilaku politisi yang hanya dekat dengan rakyat pada saat kampanye tiba dapat memberi sinyal bahwa apa yang dijanjikan pada rakyat hanya gombal. Pemimpin yang benar-benar ingin memperjuangkan rakyat, tidak hanya mendekati rakyat pada saat kampanye tiba, tapi juga sepanjang memegang jabatan. Kedua, sudah cukup bagi kita belajar dari perilaku politisi yang pernah terpilih periode sebelumnya, di mana sebelum terpilih, janji-janji yang hampir sama diucapkan kembali pada saat ini. Kinerja yang buruk merupakan pemandangan yang sudah lazim di negeri ini. Ketiga, perilaku politisi yang banyak menyelewengkan jabatan seperti korupsi sudah merupakan fenomena yang mengakar. Padahal sebelum menjabat, komitmen untuk tidak menyelewengkan jabatan diikrarkan. Tapi kenyataannya, komitmen tersebut dikhianati untuk kepentingan pribadi.
Tentu saja, kita tidak menginginkan hal ini terjadi berlarut-larut. Politisi yang berjanji saat kampanye memang semestinya konsisten memegang janji-janji. Janji-janji manis di saat kampanye tidak akan jadi masalah, bila sudah terpilih mampu memenuhinya. Memang sulit untuk menciptakan kondisi demikian karena berbagai faktor, yaitu kemampuan rakyat memilih pemimpin dengan tepat, kemampuan rakyat melakukan pengawasan terhadap kinerja dewan, dan kemampuan politisi memenuhi janji-janjinya.
Karena itu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mengikat janji kampanye. Pertama, seyogianya rakyat mampu memilih pemimpin secara cerdas. Rakyat jangan memilih politisi hanya karena politisi tersebut sering menampilkan janji-janji melalui media. Rakyat mesti mencari tahu track record calon pemimpin sebelum menentukan pilihan. Berkaitan dengan ini, sedikit lebih mudah bagi rakyat dalam menilai calon pemimpin yang sudah menjabat sebelumnya, karena tinggal melihat kinerjanya selama menjabat. Kedua, pengawasan terhadap kinerja pemimpin sangat perlu dilakukan. Dalam hal ini, rakyat butuh bantuan dari kelompok lain, terutama LSM dan media massa untuk mengawasi kinerja anggota dewan. Peran lembaga ini mesti dioptimalkan agar bisa membantu rakyat untuk “meluruskan” wakil-wakilnya di parlemen
Bila musim kampanye tiba, rakyat dijejali dengan berbagai macam janji dari para politisi. Tapi tak jarang, janji-janji tersebut hanya taktik politisi untuk meraih dukungan rakyat. Sementara itu, masalah pemenuhan janji-janji dijadikan urusan belakangan. Padahal, antara mengucapkan janji dengan menepati janji merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Memang logis bila program atau janji-janji dibuat sebaik mungkin agar bisa membangun persepsi positif rakyat. Misalnya, partai politik membeberkan program-program seperti menciptakan tambahan lapangan kerja, menurunkan harga sembako (sembilan bahan pokok), menargetkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, menyelamatkan aset negara, menjadwalkan pembayaran utang, menumbuhkan sektor riil, meningkatkan daya beli masyarakat, membela hak petani dengan meningkatkan harga beli produk pertanian, dan lain-lain. Semua janji-janji di atas tentunya sangat relevan dengan kebutuhan rakyat, terlebih lagi bila berkaca pada keadaan bangsa Indonesia yang masih diselimuti berbagai masalah.
Tentu saja, harapan kita adalah para pemimpin atau wakil rakyat dapat memenuhi janji-janji ketika sudah terpilih. Namun melihat realitas politik saat ini, tampaknya sulit bagi para politisi memenuhi janji tersebut karena beberapa alasan. Pertama, perilaku politisi yang hanya dekat dengan rakyat pada saat kampanye tiba dapat memberi sinyal bahwa apa yang dijanjikan pada rakyat hanya gombal. Pemimpin yang benar-benar ingin memperjuangkan rakyat, tidak hanya mendekati rakyat pada saat kampanye tiba, tapi juga sepanjang memegang jabatan. Kedua, sudah cukup bagi kita belajar dari perilaku politisi yang pernah terpilih periode sebelumnya, di mana sebelum terpilih, janji-janji yang hampir sama diucapkan kembali pada saat ini. Kinerja yang buruk merupakan pemandangan yang sudah lazim di negeri ini. Ketiga, perilaku politisi yang banyak menyelewengkan jabatan seperti korupsi sudah merupakan fenomena yang mengakar. Padahal sebelum menjabat, komitmen untuk tidak menyelewengkan jabatan diikrarkan. Tapi kenyataannya, komitmen tersebut dikhianati untuk kepentingan pribadi.
Tentu saja, kita tidak menginginkan hal ini terjadi berlarut-larut. Politisi yang berjanji saat kampanye memang semestinya konsisten memegang janji-janji. Janji-janji manis di saat kampanye tidak akan jadi masalah, bila sudah terpilih mampu memenuhinya. Memang sulit untuk menciptakan kondisi demikian karena berbagai faktor, yaitu kemampuan rakyat memilih pemimpin dengan tepat, kemampuan rakyat melakukan pengawasan terhadap kinerja dewan, dan kemampuan politisi memenuhi janji-janjinya.
Karena itu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mengikat janji kampanye. Pertama, seyogianya rakyat mampu memilih pemimpin secara cerdas. Rakyat jangan memilih politisi hanya karena politisi tersebut sering menampilkan janji-janji melalui media. Rakyat mesti mencari tahu track record calon pemimpin sebelum menentukan pilihan. Berkaitan dengan ini, sedikit lebih mudah bagi rakyat dalam menilai calon pemimpin yang sudah menjabat sebelumnya, karena tinggal melihat kinerjanya selama menjabat. Kedua, pengawasan terhadap kinerja pemimpin sangat perlu dilakukan. Dalam hal ini, rakyat butuh bantuan dari kelompok lain, terutama LSM dan media massa untuk mengawasi kinerja anggota dewan. Peran lembaga ini mesti dioptimalkan agar bisa membantu rakyat untuk “meluruskan” wakil-wakilnya di parlemen
Tidak ada komentar:
Posting Komentar