Dimuat di Seputar Indonesia, Sabtu 28 November 2009
Presiden SBY mengakui bahwa reformasi di bidang hukum masih menjadi pekerjaan penting pemerintah yang belum terlaksana secara optimal. Akibatnya, wajah penegakan hukum di Indonesia masih mengecewakan rakyat. Tentu saja, rakyat mengharapkan penegakan hukum secara adil, tanpa pandang bulu.
Akhir-akhir ini, publik disuguhkan dengan fenomena tragis mengenai mandulnya institusi hukum dalam memproses secara hukum pihak-pihak yang diduga kuat terlibat dalam praktik korupsi. Publik menganggap bahwa absennya lembaga penegak hukum mengindikasikan betapa lemahnya lembaga tersebut bila berhadapan dengan para penjahat kelas kakap. Hal ini karena para penjahat tersebut mampu mempengaruhi proses hukum dengan menggunakan kapitalnya.
Menurut penulis, hukum kita tampaknya sudah dikuasai oleh kapital, sehingga orang-orang yang menguasai kapital dengan sendirinya akan membuat hukum berpihak kepadanya. Sementara itu, orang yang tidak memiliki kapital, dengan mudahnya akan terjerat sanksi hukum bila diduga terlibat dalam pelanggaran. Perbedaan perlakuan ini sangat kentara dalam penegakan hukum kita, dimana penguasa kapital mampu menyuap oknum penegak hukum untuk memenangkan kasusnya, atau menyetop agar kasus tersebut tidak sampai ke pengadilan. Kasus Anggodo merupakan fenomena aktual yang membuktikan pada kita bahwa pemilik kapital sudah menguasai hukum kita. Dia tampaknya kebal dengan sanksi hukum, sebab sampai saat ini belum ditahan oleh kepolisian meski diduga kuat terlibat dalam rekayasa penahanan Bibit – Chandra. Sementara kasus Minah, seorang petani yang diduga mencuri beberapa buah Kako, dengan mudahnya dapat dijerat sanksi hukum karena dia tidak memiliki kemampuan kapital untuk membela diri di depan hukum. Bila hukum kita sudah dikuasi oleh kapital, maka rakyat tidak bisa berharap banyak akan datangnya keadilan di depan hukum. Keadilan tersebut baru akan tercipta bila pemerintah melakukan reformasi di institusi penegak hukum, terutama Kepolisian dan Kejaksaan.
Kini, rakyat menuntut aksi pemerintah untuk melakukan reformasi di institusi penegak hukum. Memang dibutuhkan kerja keras pemerintah dalam melakukan aksi ini, sebab masalah di institusi tersebut sudah berakar kuat. Selain itu, godaan finansial yang didapatkan penegak hukum sangatlah besar, sebab mereka berhadapan dengan para pemilik kapital yang senantiasa bisa memenuhi kepentingan pragmatis mereka dalam waktu singkat. Godaan finansial ini, terutama kepada penegak hukum di tingkat bawah, sangat susah dihindari karena penegak hukum kita memang masih menghadapi kesulitan finansial. Dengan demikian, pemerintah perlu memperhatikan kesejahteraan para penegak hukum, terutama di tingkat bawah, agar mereka tidak tergoda lagi oleh suap.
Namun para penegak hukum di tingkat atas, yang notabene sudah sejahtera, ternyata kerap pula tergoda suap. Tentu saja, jumlah uang suapnya cukup fantastis dan jauh berbeda dengan jumlah uang suap penegak hukum di tingkat bawah. Kasus Anggodo membuktikan bahwa para petinggi hukum diduga kuat mendapat suap oleh pihak yang terlibat dalam kasus korupsi ini. Karena itu, perekrutan para pejabat teras di institusi penegak hukum perlu mendapat perhatian seirus. Para pejabat tinggi di institusi penegak hukum haruslah memiliki integritas, kejujuran, dan keberanian untuk membersihkan institusi tersebut dari berbagai bentuk tindakan pelanggaran hukum. Selain itu, petinggi institusi penegak hukum haruslah dipilih dari orang-orang yang memiliki rekam jejak yang baik dalam menegakkan hukum. Bila para pejabat tinggi institusi penegak hukum sudah tidak dapat disuap lagi, maka kita akan melihat para penjahat kelas kakap di negeri ini dapat diseret ke tahanan. []
Presiden SBY mengakui bahwa reformasi di bidang hukum masih menjadi pekerjaan penting pemerintah yang belum terlaksana secara optimal. Akibatnya, wajah penegakan hukum di Indonesia masih mengecewakan rakyat. Tentu saja, rakyat mengharapkan penegakan hukum secara adil, tanpa pandang bulu.
Akhir-akhir ini, publik disuguhkan dengan fenomena tragis mengenai mandulnya institusi hukum dalam memproses secara hukum pihak-pihak yang diduga kuat terlibat dalam praktik korupsi. Publik menganggap bahwa absennya lembaga penegak hukum mengindikasikan betapa lemahnya lembaga tersebut bila berhadapan dengan para penjahat kelas kakap. Hal ini karena para penjahat tersebut mampu mempengaruhi proses hukum dengan menggunakan kapitalnya.
Menurut penulis, hukum kita tampaknya sudah dikuasai oleh kapital, sehingga orang-orang yang menguasai kapital dengan sendirinya akan membuat hukum berpihak kepadanya. Sementara itu, orang yang tidak memiliki kapital, dengan mudahnya akan terjerat sanksi hukum bila diduga terlibat dalam pelanggaran. Perbedaan perlakuan ini sangat kentara dalam penegakan hukum kita, dimana penguasa kapital mampu menyuap oknum penegak hukum untuk memenangkan kasusnya, atau menyetop agar kasus tersebut tidak sampai ke pengadilan. Kasus Anggodo merupakan fenomena aktual yang membuktikan pada kita bahwa pemilik kapital sudah menguasai hukum kita. Dia tampaknya kebal dengan sanksi hukum, sebab sampai saat ini belum ditahan oleh kepolisian meski diduga kuat terlibat dalam rekayasa penahanan Bibit – Chandra. Sementara kasus Minah, seorang petani yang diduga mencuri beberapa buah Kako, dengan mudahnya dapat dijerat sanksi hukum karena dia tidak memiliki kemampuan kapital untuk membela diri di depan hukum. Bila hukum kita sudah dikuasi oleh kapital, maka rakyat tidak bisa berharap banyak akan datangnya keadilan di depan hukum. Keadilan tersebut baru akan tercipta bila pemerintah melakukan reformasi di institusi penegak hukum, terutama Kepolisian dan Kejaksaan.
Kini, rakyat menuntut aksi pemerintah untuk melakukan reformasi di institusi penegak hukum. Memang dibutuhkan kerja keras pemerintah dalam melakukan aksi ini, sebab masalah di institusi tersebut sudah berakar kuat. Selain itu, godaan finansial yang didapatkan penegak hukum sangatlah besar, sebab mereka berhadapan dengan para pemilik kapital yang senantiasa bisa memenuhi kepentingan pragmatis mereka dalam waktu singkat. Godaan finansial ini, terutama kepada penegak hukum di tingkat bawah, sangat susah dihindari karena penegak hukum kita memang masih menghadapi kesulitan finansial. Dengan demikian, pemerintah perlu memperhatikan kesejahteraan para penegak hukum, terutama di tingkat bawah, agar mereka tidak tergoda lagi oleh suap.
Namun para penegak hukum di tingkat atas, yang notabene sudah sejahtera, ternyata kerap pula tergoda suap. Tentu saja, jumlah uang suapnya cukup fantastis dan jauh berbeda dengan jumlah uang suap penegak hukum di tingkat bawah. Kasus Anggodo membuktikan bahwa para petinggi hukum diduga kuat mendapat suap oleh pihak yang terlibat dalam kasus korupsi ini. Karena itu, perekrutan para pejabat teras di institusi penegak hukum perlu mendapat perhatian seirus. Para pejabat tinggi di institusi penegak hukum haruslah memiliki integritas, kejujuran, dan keberanian untuk membersihkan institusi tersebut dari berbagai bentuk tindakan pelanggaran hukum. Selain itu, petinggi institusi penegak hukum haruslah dipilih dari orang-orang yang memiliki rekam jejak yang baik dalam menegakkan hukum. Bila para pejabat tinggi institusi penegak hukum sudah tidak dapat disuap lagi, maka kita akan melihat para penjahat kelas kakap di negeri ini dapat diseret ke tahanan. []