Seputar Indonesia, 5 November 2008
Berkali-kali sudah rakyat Indonesia memilih pemimpinnya dalam pemilihan umum (pemilu). Dalam pemilu, rakyat menentukan pemimpinnya yang duduk di kursi parlemen secara langsung, serta memilih presiden dan wakil presiden secara langsung pula yang dimulai pada 2004 lalu. Namun, pemilu ini ternyata tidak banyak membawa perubahan pada rakyat Indonesia.
Perubahan paling mendasar memang harusnya menyangkut kesejahteraan rakyat. Diakui, masalah ekonomi merupakan masalah utama bangsa ini. Bila rakyat belum tercukupi kebutuhan ekonominya, maka sangat sulit untuk hidup berdemokrasi. Oleh karenanya, rakyat butuh dilayani dan dibangkitkan potensi yang dimilikinya agar mampu memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri. Di sinilah peran penting seorang pemimpin yang menjalankan tugasnya sebagai pelayan rakyat.
Namun bila melihat konstelasi politik saat ini, tampaknya tokoh yang akan bersaing meraih kursi presiden bukanlah orang-orang baru. Orang-orang yang masih banyak terkait dengan masa lalu Indonesia. Tokoh-tokoh seperti Megawati, Gus Dur, Amien Rais, Prabowo, Jusuf Kala, Sultan HB X, Wiranto, dan Susilo Bambang Yudhoyono bukanlah orang baru. Mereka ini sudah memimpin bangsa ini dan dapat dinilai hasil kepemimpinan mereka dari berbagai bidang yang pernah mereka geluti.
Banyak kalangan cenderung pesimis akan kemampuan mereka menyelesaikan masalah yang berkembang saat ini, sebab mereka sudah menjadi bagian dari masalah tersebut. Megawati misalnya, tokoh PDIP yang kuat diunggulkan menjadi calon presiden, merupakan mantan presiden RI yang bisa dinilai kinerjanya dalam memimpin bangsa ini. Aset-aset bangsa Indonesia, terutama Indosat dijual ke Singapura dengan harga yang sangat murah. Ini artinya, bila rakyat memilih tokoh demikian, maka bersiaplah kembali ke masa lalu.
Diungkapkan Fadjroel Rahman dalam seminar yang diadakan BPPM Equilibrium UGM pada 1 November 2008, bahwa generasi yang disebutkan di atas sebagian besar menjadi bagian dari masalah. Bahkan disebutkan bahwa sebagian generasi tersebut adalah generasi neo orde baru. Bila kita berharap perubahan dari pemimpin yang demikian, maka tampaknya harapan tersebut sangat sulit didapatkan.
Lantas, bagaimana solusinya? Memang perlu dimunculkan orang-orang baru dalam bursa kepemimpinan nasional, khususnya calon presiden dan wakil presiden. Calon pemimpin inilah yang disebut pemimpin alternatif yang akan bersaing dengan tokoh-tokoh yang sudah lama bergelut dalam sejarah kepemimpinan negeri ini. Tokoh-tokoh demikian diyakini mampu menyelesaikan masalah karena mereka tidak terlibat dalam masalah tersebut. Di sisi lain, rakyat atau pemilih akan mempunyai banyak pilihan. Rakyat akan memilih pemimpin yang menurutnya bisa menyelesaikan masalah negeri ini dan tidak memilih pemimpin yang malah menjadi bagian dari masalah di negeri ini.
Berkali-kali sudah rakyat Indonesia memilih pemimpinnya dalam pemilihan umum (pemilu). Dalam pemilu, rakyat menentukan pemimpinnya yang duduk di kursi parlemen secara langsung, serta memilih presiden dan wakil presiden secara langsung pula yang dimulai pada 2004 lalu. Namun, pemilu ini ternyata tidak banyak membawa perubahan pada rakyat Indonesia.
Perubahan paling mendasar memang harusnya menyangkut kesejahteraan rakyat. Diakui, masalah ekonomi merupakan masalah utama bangsa ini. Bila rakyat belum tercukupi kebutuhan ekonominya, maka sangat sulit untuk hidup berdemokrasi. Oleh karenanya, rakyat butuh dilayani dan dibangkitkan potensi yang dimilikinya agar mampu memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri. Di sinilah peran penting seorang pemimpin yang menjalankan tugasnya sebagai pelayan rakyat.
Namun bila melihat konstelasi politik saat ini, tampaknya tokoh yang akan bersaing meraih kursi presiden bukanlah orang-orang baru. Orang-orang yang masih banyak terkait dengan masa lalu Indonesia. Tokoh-tokoh seperti Megawati, Gus Dur, Amien Rais, Prabowo, Jusuf Kala, Sultan HB X, Wiranto, dan Susilo Bambang Yudhoyono bukanlah orang baru. Mereka ini sudah memimpin bangsa ini dan dapat dinilai hasil kepemimpinan mereka dari berbagai bidang yang pernah mereka geluti.
Banyak kalangan cenderung pesimis akan kemampuan mereka menyelesaikan masalah yang berkembang saat ini, sebab mereka sudah menjadi bagian dari masalah tersebut. Megawati misalnya, tokoh PDIP yang kuat diunggulkan menjadi calon presiden, merupakan mantan presiden RI yang bisa dinilai kinerjanya dalam memimpin bangsa ini. Aset-aset bangsa Indonesia, terutama Indosat dijual ke Singapura dengan harga yang sangat murah. Ini artinya, bila rakyat memilih tokoh demikian, maka bersiaplah kembali ke masa lalu.
Diungkapkan Fadjroel Rahman dalam seminar yang diadakan BPPM Equilibrium UGM pada 1 November 2008, bahwa generasi yang disebutkan di atas sebagian besar menjadi bagian dari masalah. Bahkan disebutkan bahwa sebagian generasi tersebut adalah generasi neo orde baru. Bila kita berharap perubahan dari pemimpin yang demikian, maka tampaknya harapan tersebut sangat sulit didapatkan.
Lantas, bagaimana solusinya? Memang perlu dimunculkan orang-orang baru dalam bursa kepemimpinan nasional, khususnya calon presiden dan wakil presiden. Calon pemimpin inilah yang disebut pemimpin alternatif yang akan bersaing dengan tokoh-tokoh yang sudah lama bergelut dalam sejarah kepemimpinan negeri ini. Tokoh-tokoh demikian diyakini mampu menyelesaikan masalah karena mereka tidak terlibat dalam masalah tersebut. Di sisi lain, rakyat atau pemilih akan mempunyai banyak pilihan. Rakyat akan memilih pemimpin yang menurutnya bisa menyelesaikan masalah negeri ini dan tidak memilih pemimpin yang malah menjadi bagian dari masalah di negeri ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar