Seputar Indonesia, 25 November 2008
Krisis finansial di AS yang berubah wajah menjadi krisis finansial global, tampaknya belum menunjukkan tanda-tanda akan usai. Malah, dampak krisis finansial tersebut akhirnya merembet pula pada sektor riil, bukan hanya di negara asal krisis, tapi juga menjalar di sejumlah negara termasuk di Indonesia. Perembetan krisis finansial ke sektor riil terlihat dengan makin banyaknya perusahaan yang mengurangi skala produksi. Akibatnya, salah satu pihak yang terkena dampak adalah tenaga kerja.
Organisasi Buruh Internasional (ILO) memprediksi terjadinya penambahan pengangguran baru sejumlah 20 juta orang akibat dari krisis finansial global. Prediksi ini memang ada benarnya, karena bila melihat di negara maju, gelombang PHK besar-besaran sudah terjadi pada perusahaan-perusahaan yang sangat erat dengan krisis keuangan, seperti industri otomotif, telekomunikasi, dan lembaga keuangan.
Menjalarnya krisis finansial global ke sektor riil, terutama di Indonesia disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dolar AS menyebabkan harga barang-barang, khususnya bahan baku industri relatif lebih mahal. Akibatnya, kenaikan harga input mempengaruhi struktur biaya perusahaan, di mana biaya bahan baku lebih tinggi dari sebelumnya.
Kedua, lesunya perekonomian domestik dan internasional, terutama mengakibatkan turunnya permintaan produk dari industri domestik. Adapun sektor usaha domestik yang terkena dampak krisis global adalah industri tekstil, produk sepatu, makanan dan minuman olahan serta produk perkebunan seperti kelapa sawit dan coklat. Dengan demikian, turunnya permintaan mendorong perusahaan mengurangi jumlah produksi, sehingga tenaga kerjanya pun akan dikurangi. Untuk mengantisipasi kerugian, langkah yang kerap dilakukan perusahaan adalah merumahkan sebagian karyawannya. Data menunjukkan, secara nasional setidaknya terdapat 13.000 tenaga kerja yang segera dirumahkan.
Untuk mengantisipasi dampak krisis, perusahaan dan pemerintah perlu melakukan langkah-langkah tertentu. Bagi perusahaan, PHK karyawan seyogianya dijadikan pilihan terakhir. Pasalnya, dampak sosial bagi masyarakat tentu sangat besar bila tiba-tiba banyak orang tidak berpenghasilan. Perusahaan perlu melakukan efisiensi dalam proses produksi, mengurangi biaya-biaya di luar biaya produksi, dan mengurangi kerja lembur.
Sementara bagi pemerintah, untuk menyelamatkan sektor riil, perlu menstimulus perekonomian dengan melakukan kebijakan fiskal ekspansif. Artinya, pemerintah meningkatkan pengeluaran yang sifatnya produktif dan mengurangi pajak di sektor usaha yang terkena dampak krisis. Pemerintah perlu menimbang pula penurunan harga BBM, terutama harga bensin dan solar karena harga minyak dunia saat ini sudah berkisar USD 50 per barel. Penurunan harga BBM ini akan sangat membantu dunia usaha karena total harga bahan baku produksi kemungkinan besar tidak berubah, sebab kenaikan harga bahan baku yang lain dapat ditutupi oleh penurunan harga bahan baku ini (BBM).
Dalam jangka panjang, pemerintah juga perlu membantu sektor usaha yang berorientasi ekspor dengan membuka pasar baru. Diversifikasi negara tujuan ekspor, khususnya ke negara-negara yang tidak mendapat imbas krisis global adalah pekerjaan yang wajib dilakukan. Pemerintah juga perlu cekatan karena tentu akan mendapat saingan dari pemerintah negara lain seperti China, India, dan lain-lain.
Krisis finansial di AS yang berubah wajah menjadi krisis finansial global, tampaknya belum menunjukkan tanda-tanda akan usai. Malah, dampak krisis finansial tersebut akhirnya merembet pula pada sektor riil, bukan hanya di negara asal krisis, tapi juga menjalar di sejumlah negara termasuk di Indonesia. Perembetan krisis finansial ke sektor riil terlihat dengan makin banyaknya perusahaan yang mengurangi skala produksi. Akibatnya, salah satu pihak yang terkena dampak adalah tenaga kerja.
Organisasi Buruh Internasional (ILO) memprediksi terjadinya penambahan pengangguran baru sejumlah 20 juta orang akibat dari krisis finansial global. Prediksi ini memang ada benarnya, karena bila melihat di negara maju, gelombang PHK besar-besaran sudah terjadi pada perusahaan-perusahaan yang sangat erat dengan krisis keuangan, seperti industri otomotif, telekomunikasi, dan lembaga keuangan.
Menjalarnya krisis finansial global ke sektor riil, terutama di Indonesia disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dolar AS menyebabkan harga barang-barang, khususnya bahan baku industri relatif lebih mahal. Akibatnya, kenaikan harga input mempengaruhi struktur biaya perusahaan, di mana biaya bahan baku lebih tinggi dari sebelumnya.
Kedua, lesunya perekonomian domestik dan internasional, terutama mengakibatkan turunnya permintaan produk dari industri domestik. Adapun sektor usaha domestik yang terkena dampak krisis global adalah industri tekstil, produk sepatu, makanan dan minuman olahan serta produk perkebunan seperti kelapa sawit dan coklat. Dengan demikian, turunnya permintaan mendorong perusahaan mengurangi jumlah produksi, sehingga tenaga kerjanya pun akan dikurangi. Untuk mengantisipasi kerugian, langkah yang kerap dilakukan perusahaan adalah merumahkan sebagian karyawannya. Data menunjukkan, secara nasional setidaknya terdapat 13.000 tenaga kerja yang segera dirumahkan.
Untuk mengantisipasi dampak krisis, perusahaan dan pemerintah perlu melakukan langkah-langkah tertentu. Bagi perusahaan, PHK karyawan seyogianya dijadikan pilihan terakhir. Pasalnya, dampak sosial bagi masyarakat tentu sangat besar bila tiba-tiba banyak orang tidak berpenghasilan. Perusahaan perlu melakukan efisiensi dalam proses produksi, mengurangi biaya-biaya di luar biaya produksi, dan mengurangi kerja lembur.
Sementara bagi pemerintah, untuk menyelamatkan sektor riil, perlu menstimulus perekonomian dengan melakukan kebijakan fiskal ekspansif. Artinya, pemerintah meningkatkan pengeluaran yang sifatnya produktif dan mengurangi pajak di sektor usaha yang terkena dampak krisis. Pemerintah perlu menimbang pula penurunan harga BBM, terutama harga bensin dan solar karena harga minyak dunia saat ini sudah berkisar USD 50 per barel. Penurunan harga BBM ini akan sangat membantu dunia usaha karena total harga bahan baku produksi kemungkinan besar tidak berubah, sebab kenaikan harga bahan baku yang lain dapat ditutupi oleh penurunan harga bahan baku ini (BBM).
Dalam jangka panjang, pemerintah juga perlu membantu sektor usaha yang berorientasi ekspor dengan membuka pasar baru. Diversifikasi negara tujuan ekspor, khususnya ke negara-negara yang tidak mendapat imbas krisis global adalah pekerjaan yang wajib dilakukan. Pemerintah juga perlu cekatan karena tentu akan mendapat saingan dari pemerintah negara lain seperti China, India, dan lain-lain.