Seputar Indonesia, 18 Februari 2010
Persoalan lemahnya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia kerap kali dijadikan alasan di balik masih terbelakangnya pembangunan ekonomi bangsa ini. Pasalnya, secara teoritis, salah satu faktor penentu keberhasilan pembangunan adalah tersedianya SDM yang berkualitas. Di sisi lain, tersedianya SDM yang berkualitas merupakan tujuan pembangunan. Jadi, sebetulnya hubungan antara pembangunan dan kualitas SDM bersifat simultan.
Telah umum diketahui, Indonesia masih berkutat dengan persoalan pengangguran (8,96 juta per Agustus 2009) dan kemiskinan (32,5 juta per Maret 2009). Belum lagi dengan ketimpangan pendapatan, buruknya kualitas kesehatan, dan rendahnya kualitas pendidikan. Kondisi tersebut tidaklah berdiri sendiri, tapi terkait satu sama lain. Misalnya, penduduk yang miskin akan kesulitan membiayai pendidikan anak-anaknya, sehingga orang tua lebih memilih mempekerjakan ketimbang menyekolahkan anaknya. Begitupun dengan rendahnya kualitas kesehatan, dapat mengakibatkan rendahnya produktivitas sehingga pendapatan yang diperoleh tidak mampu mencukupi kebutuhan dasar.
Berkaca pada perkembangan saat ini, tampaknya pemerintah cenderung hanya peduli dengan peningkatan pendapatan. Hal ini tampak pada perhatian besar pemerintah untuk meningkatkan pendapatan atau Produk Domestik Bruto (PDB) yang dianggap mengindikasikan adanya peningkatan kesejahteraan. Sebaliknya, indikator yang mewakili kualitas SDM tidak terlalu diperhatikan. Sebagaimana digariskan UNDP, indikator kualitas SDM terdiri dari: tingkat pendidikan, tingkat harapan hidup, pendapatan per kapita, dan tingkat kematian bayi. Empat indikator inilah yang disebut sebagai Indeks Pembangunan Manusia atau Human Development Index. Oleh karena itu, bila kita ingin mengevaluasi keberhasilan pembangunan, tentu tidak cukup hanya melihat dari sisi kenaikan pendapatan atau PDB, tapi juga melihat perbaikan pada Indeks Pembangunan Manusia. Pada 2009, IPM Indonesia justru turun jadi peringkat 111 dari peringkat 107 pada 2007.
Apabila kebijakan pemerintah mengarah pada peningkatan IPM, maka tugas berat menanti. Kalau selama ini, pemerintah cenderung fokus pada peningkatakn pendapatan atau pendapatan per kapita, maka pemerintah juga mesti memperhatikan faktor pendidikan dan kesehatan. Tentu saja, perhatian pada sektor pendidikan dan kesehatan diwujudkan dalam pengalokasian anggaran atau kerap disebut investasi. Dalam RAPBN 2010, pemerintah akan mengalokasikan anggaran untuk investasi di bidang kesehatan dan pendidikan. Untuk bidang pendidikan, pemerintah akan mengalokasikan anggaran sebesar 5% dari APBN atau Rp 51,8 triliun, turun tajam dari 20% APBN pada 2009. Berbeda dengan anggaran kesehatan, dimana dialokasikan sebesar Rp 20,8 triliun (0,3% PDB) atau naik sebesar Rp 1,9 triliun dari realisasi anggaran tahun 2009.
Namun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam alokasi anggaran ini. Pertama, pemerintah harus mengalokasikan anggaran tersebut berdasarkan kebutuhan, tidak sekedar mengucurkan uang untuk memenuhi target realisasi anggaran. Kedua, perlu adanya pemerataan alokasi anggaran sampai pada pelosok desa, wilayah terpencil, dan kepulauan yang sulit diakses, sebab selama ini program-program peningkatan kualitas SDM dari pemerintah belum banyak menjangkau rakyat kecil di daerah tersebut. Bila hal ini diperhatikan, investasi pemerintah dalam bidang SDM ini dapat membawa manfaat sebesar-besarnya bagi rakyat kecil yang membutuhkan.[]
Persoalan lemahnya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia kerap kali dijadikan alasan di balik masih terbelakangnya pembangunan ekonomi bangsa ini. Pasalnya, secara teoritis, salah satu faktor penentu keberhasilan pembangunan adalah tersedianya SDM yang berkualitas. Di sisi lain, tersedianya SDM yang berkualitas merupakan tujuan pembangunan. Jadi, sebetulnya hubungan antara pembangunan dan kualitas SDM bersifat simultan.
Telah umum diketahui, Indonesia masih berkutat dengan persoalan pengangguran (8,96 juta per Agustus 2009) dan kemiskinan (32,5 juta per Maret 2009). Belum lagi dengan ketimpangan pendapatan, buruknya kualitas kesehatan, dan rendahnya kualitas pendidikan. Kondisi tersebut tidaklah berdiri sendiri, tapi terkait satu sama lain. Misalnya, penduduk yang miskin akan kesulitan membiayai pendidikan anak-anaknya, sehingga orang tua lebih memilih mempekerjakan ketimbang menyekolahkan anaknya. Begitupun dengan rendahnya kualitas kesehatan, dapat mengakibatkan rendahnya produktivitas sehingga pendapatan yang diperoleh tidak mampu mencukupi kebutuhan dasar.
Berkaca pada perkembangan saat ini, tampaknya pemerintah cenderung hanya peduli dengan peningkatan pendapatan. Hal ini tampak pada perhatian besar pemerintah untuk meningkatkan pendapatan atau Produk Domestik Bruto (PDB) yang dianggap mengindikasikan adanya peningkatan kesejahteraan. Sebaliknya, indikator yang mewakili kualitas SDM tidak terlalu diperhatikan. Sebagaimana digariskan UNDP, indikator kualitas SDM terdiri dari: tingkat pendidikan, tingkat harapan hidup, pendapatan per kapita, dan tingkat kematian bayi. Empat indikator inilah yang disebut sebagai Indeks Pembangunan Manusia atau Human Development Index. Oleh karena itu, bila kita ingin mengevaluasi keberhasilan pembangunan, tentu tidak cukup hanya melihat dari sisi kenaikan pendapatan atau PDB, tapi juga melihat perbaikan pada Indeks Pembangunan Manusia. Pada 2009, IPM Indonesia justru turun jadi peringkat 111 dari peringkat 107 pada 2007.
Apabila kebijakan pemerintah mengarah pada peningkatan IPM, maka tugas berat menanti. Kalau selama ini, pemerintah cenderung fokus pada peningkatakn pendapatan atau pendapatan per kapita, maka pemerintah juga mesti memperhatikan faktor pendidikan dan kesehatan. Tentu saja, perhatian pada sektor pendidikan dan kesehatan diwujudkan dalam pengalokasian anggaran atau kerap disebut investasi. Dalam RAPBN 2010, pemerintah akan mengalokasikan anggaran untuk investasi di bidang kesehatan dan pendidikan. Untuk bidang pendidikan, pemerintah akan mengalokasikan anggaran sebesar 5% dari APBN atau Rp 51,8 triliun, turun tajam dari 20% APBN pada 2009. Berbeda dengan anggaran kesehatan, dimana dialokasikan sebesar Rp 20,8 triliun (0,3% PDB) atau naik sebesar Rp 1,9 triliun dari realisasi anggaran tahun 2009.
Namun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam alokasi anggaran ini. Pertama, pemerintah harus mengalokasikan anggaran tersebut berdasarkan kebutuhan, tidak sekedar mengucurkan uang untuk memenuhi target realisasi anggaran. Kedua, perlu adanya pemerataan alokasi anggaran sampai pada pelosok desa, wilayah terpencil, dan kepulauan yang sulit diakses, sebab selama ini program-program peningkatan kualitas SDM dari pemerintah belum banyak menjangkau rakyat kecil di daerah tersebut. Bila hal ini diperhatikan, investasi pemerintah dalam bidang SDM ini dapat membawa manfaat sebesar-besarnya bagi rakyat kecil yang membutuhkan.[]